Namun, cara Tim dan kawan-kawan mendekati penonton, membuat jarak keduanya terkikis. Tim akhirnya berhasil membaur dengan penonton. Ia memantik komentar, sorak sorai, juga clemongan, teriakan yang umumnya terdengar pada goro-goro sebuah pertunjukan wayang kulit.. Terciptalah pertunjukan interaktif yang menjanjikan. Ia memenuhi janji sebagai an promising Dutch Artist.
Tim dan rekan-rekan seperti tahu keinginan penonton. Mereka tidak membiarkan penontonnya benar-benar hanya menjadi penonton. Maka, mereka pun mengajak penonton untuk tampil dari tempat duduk masing-masing. Ketika membawakan lagu Sam misalnya, Tim mengajak penonton menyanyikan sebaris syair bersama-sama; Sam living in town. “You lik singing?” tanyanya, seraya tersenyum.
Musik Tim memang terdengar seperti roots, sixties atau seventiesrock. Karena itu, alunannya memang cocok dinikmati pendengar “berusia”. Tim bilang, “I like Koes Ploes” supaya membuatnya diterima. Itu jelas bukan lips belaka, sebab sejurus kemudian ia berdendang “Why do you love me. So sweet and tenderly,” setengah guyon.
Bisa jadi, cara Tim itulah yang membuatnya diganjar standing aplous. Penonton yang duduk di bangku depan kemudian berteriak “More! More! More!”, sehingga Tim harus memberi bonus 3 lagu tambahan secara akustik. Seperti tengah menikmati pertunjukkan musik jalanan, penonton berkerumum dan tepuk tangan. Beberapa ikut mendendang sebisanya. “Kami ingin mengajak anda berdansa, tapi tempatnya seperti tidak memungkinkan,” guraunya.
Di negaranya Tim termasuk debutan yang diperhitungkan. Terlebih ia didukung band serba bisa yang ekspresif. Privat konsernya di Semarang hanya salah satu agenda tournya di Indonesia. Rabu kemarin pemuda kelahiran Hoorn itu juga tampil menghibur publik Yogyakarta di Universitas Atmajaya. Ia dijadwalkan kembali tampil di Erasmus Huis Jakarta Sabtu malam nanti.
No comments:
Post a Comment