Thursday, 14 January 2010

Persoalan Infrastruktur Pertanian Banjarnegara

Harus ada rentangan agar waktu terasa dan dapat disebut berharga. Maka disepakatilah aturan detik, menit, jam, hari, pekan, bulan, hingga satuan waktu di atas abad untuk menunjukkan bahwa waktu pernah ada. Bagi sebuah daerah rentang waktu sengaja dukur untuk menilai eksistensi dalam laju perjalanan sejarah.

Di tengah semarak peringatan hari jadi ke 178 yang jatuh pada 22 Agustus 2009 lalu, eksistensi Banjarnegara perlu diukur. Caranya, selain membanggakan rupa-rupa pencapaian, kita perlu merefleksi sejumlah tantangan. Agar tidak berlalu sebagai anualitas, refleksi hari jadi perlu dituangkan dalam bentuk komitmen dan rencana yang lebih nyata.

Tantangan Pertanian
Sebagai daerah agraris refleksi hari jadi Banjarnegara tidak bisa terpisah dari persoalan pertanian yang selama ini timbul tenggelam. Perlu dilakukan evaluasi terhadap pencapaian di bidang pertanian agar mampu menyusun strategi baru. Hal ini penting dilakukan karena dalam recana strategis (Renstra) Pemerintah Kabupaten Banjarnegara 2010 pertanian menjadi Renstra pertama.

Sektor pertanian Banjarnegara terhitung moncer, setidaknya jika dibandingkan dengan daerah lain di sekitarnya. Topografi tanah di wilayah tersebut sangat beragam sehingga memungkinkan budidaya berbagai jenis tanaman. Selain sayuran di Dieng, salak di Sigaluh dan Madukara, Banjarnegara dikenal karena menjadi motor pengembangan buah naga.

Agar kondisi alam Banjarnegara bermanfaat bagi kesejahteraan warganya diperlukan sejumlah upaya. Tidak hanya usaha dari para petani, pemerintah daerah perlu memberikan dukungan faslitas. Setidaknya fasilitas pokok seperti lahan, bibit, dan pupuk.

Niat baik untuk mengelola produk pertanian secara lebih profesional memerlukan dukungan berbagai pihak. Pemerintah daerah perlu merancang program yang relevan dengan persoalan petani. Sedangkan kalangan legislative, dukungan bisa diberikan dengan mnciptakan regulasi yang mendukung produktifitas petani.

Namun demikian, bagi petani regulasi berupa produk hukum saja tidak cukup. Pemerintah perlu menuangkan komitmen dalam bentuk program kerja yang lebih realistis. Program ini diperlukan untuk mengawal dua aspek dalam produksi pertanian, yakni aspek produksi dan distribusi. Keduanya perlu mendapat prioritas karena berkatan langsung dengan produktivitas petani.

Aspek produksi berkaitan langsung dengan proses pngolahan lahan, penggunaan pupuk, dan bibit pertanian. Selama ini perlindungan pemerintah pada ketiga bidang itu dirasa masih lemah. Padahal pemerintah berkewajiban menjamin ketiganya dapat dijangkau petani.

Selama ini lahan pertanian di Banjrnegara masih dikelola secara tradisional. Pada musim penghujan petnai bisa menanam berbagai jenis tanaman, namun pada musim kemarau seperti saat ini sektor pertnian mengalami paceklik. Agar petani bisa produktif sepanjang tahun, infrastruktur pertanian seperti irigasi sangat diperlukan.

Masalah pupuk juga masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan. Tingginya harga pupuk dan obat-obatan pertanian membuat biaya produksi naik secara segnifikan. Kondisi ini sering merugikan petani karena kenaikan ongkos produksi sering tidak dibarengi kenaikan harga jual. Masalah ini memerlukan perhatian serius pemerintah.

Pengembangan infrastruktur
Selain proses produksi, hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah pemasaran produk pertanian. Diperlukan terobosan agar hasil pertanian Banjarnegara mampu tembus ke pasar yang lebih potensial. Tidak hanya di pasar domestik, ada kemungkinan beberapa komoditas pertanian Banjarnegara menembus eskpor.

Meski salak Banjarnegra beberapa kali didengungkan segera menembus pasar China, hingga saat ini belum terlaksana. Petani salak harus bersabar karena lahan mereka harus disertifikasi terlebih dahulu.

Cita-cita mengekspor salak sebenarnya hanya salah satu cara menjaga nilai jual. Pasaran salak di tingkat lokal sangat fluktuatif sehingga sering merugikan petani. Jika salak telah menembus pasar ekspor, harganya diharapkan stabil sehingga menguntungkan petani. Untuk menjaga stablitas harga diperluka infrastruktur pertanian yang memadai.

Infrastruktur, dalam hal ini adalah segala bentuk sarana dan prasaran pertanian. Tidak hanya berbentuk fisik, infrastrukur bisa berupa organisasi atau badan-badan yang bertugas membantu petani meningkatkan produktivitasnya.

Jaringan kelompok tani, misalnya, membantu petani dalam kegiatan pelatihan dan penyuluhan. Koperasi berfungsi mempermudah petani memasarkan hasil produksinya. Sedangkan lembaga keuangan bertugas menjamin akses modal bagi petani. Dengan begitu pada musim tanam petani tidak harus berhutang pada tengkulak atau bank umum.

Baik kelompok tani, koperasi, maupun penjamin modal tampaknya baru dimiliki segelintir petani di Banjarnegara. Tidak semua petani tergabung dalam kelompok tani sehingga akses informasi di antara mereka terhambat. Padahal penyuluhan biasanya dilakukan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) bersama kelompok tani.

Anggaran
Agar memiliki infrastruktur pertanian yang memadai memang diperlukan komitmen di bidang anggaran. Artinya, kalangan ekskutif dan legislatif mestinya sepakat mengalokasikan dana APBD lebih besar untuk sektor pertanian. Konsep pembangunan Banjarnegara juga harus mulai didesentralisasi hingga ke pelosok-pelosok desa agar potensi pertanian di daerah pinggiran tergali.

Untuk mewujudkannya paradigma pembangunan Banjarnegara harus mulai dirubah. Harus ada kehendak untuk mengubah paradigma top-down menjadi bottom-up. Kebijakan daerah diambil berdasarkan kebutuhan dan insiatif masyarakat, bukan kebijakan dari pusat. Perubahan itu diharapkan mampu mendongkrak hasil produksi pertanian sehingga defisit 15.121 ton beras seperti yang terjadi pada tahun 2006 dapat dihindari.

Terlalu lama peringatan hari jadi Banjarngara dilewatkan dengan seremonial seperti kirab semata. Saatnya kirab direaktualisasikan terhadap program pemerintah. Maka impian menjadikan Banjarnegara sebagai bumi tani tetap bisa dijaga.

Surahmat
Pegiat Komunitas Nawaksara di Banjarnegara


Saluran irigasi yang baik mutlak diperlukan untuk menjaga stabilitas produksi beras. (Foto: www.ppk.or.id/search)

No comments:

Post a Comment