Kirab, ritual pada hari jadi Banjarnegara, tentu tidak dapat merefl eksi kondisi daerah dalam rentang waktu tertentu. Diperlukan review target pencapaian dan potensi kendala agar pembangunan terus berakselerasi.
SEBAGAIMANA kabupaten lain di Jawa Tengah, peringatan hari jadi Banjarnegara yang jatuh pada 22 Agustus lalu menjadikan acara kirab sebagai menu utama. Kegiatan itu berguna sebagai napak tilas perjalanan kabupaten sekaligus bentuk penghormatan terhadap leluhur.
Sebagai daerah agraris yang lebih dari 70% penduduknya berprofesi sebagai petani, refl eksi diri Banjarnegara tidak bisa terpisah dari persoalan pertanian. Selain mengkaji ulang pencapaian, refleksi diperlukan untuk mempersiapkan diri di masa yang akan datang. Isu pertanian menjadi sangat menarik karena dalam rencana strategis pemba ngunan Banjarnegara bidang pertanian menjadi yang utama.
Sektor pertanian Banjarnegara terhitung moncer, setidaknya jika dibandingkan dengan daerah lain di sekitarnya. Topografi tanah di wilayah tersebut sangat beragam sehingga memungkinkan budi daya berbagai jenis tanaman. Selain sayuran di Dieng, salak di Sigaluh dan Madukara, pertanian Banjarnegara dikenal karena menjadi motor pengembangan buah naga.
Pembicara an tentang pengembangan sektor pertanian sebenarnya tidak terbatas pada ranah praktis. Dalam kelanjutannya, diperlukan sejumlah agenda yang di sepakati pemegang otoritas sebagai blue print pembangunan.
Niat baik pemerintah Kabupaten Banjarnegara mengelola produk pertanian secara lebih profesional memerlukan dukungan berbagai pihak. Kalangan legislatif bisa mendukungnya dengan melahirkan produk hukum baru sehingga mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan sektor pertanian. Namun demikian, bagi petani di Banjarnegara, regulasi maupun produk hukum saja tidak cukup. Pemerintah kabupaten perlu menuangkan komitmen dalam bentuk program kerja yang lebih realistis. Program ini diperlukan untuk mengawal dua aspek dalam produksi pertanian,yakni aspek produksi dan pemasaran.
Aspek produksi berkaitan langsung dengan proses produksi pertanian, seperti pengolahan lahan, penggunaan pupuk, dan bibit pertanian.Selama ini perlindungan pemerintah pada ketiga bidang itu dirasa masih lemah. Bahkan ketika pupuk langka, reaksi pemerintah masih lamban.
Infrastruktur dalam hal ini segala bentuk sarana dan prasaran pertanian. Tidak hanya berbentuk fi sik, infrastruktur bisa berupa organisasi atau badan-badan yang bertugas membantu petani meningkatkan produktivitasnya. Selain proses produksi, hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah pemasaran produk pertanian. Diperlukan terobosan agar hasil pertanian Banjarnegara mampu tembus ke pasar yang lebih potensial. Tidak hanya di pasar domestik, ada kemungkinan beberapa komoditas pertanian Banjarnegara menembus ekspor, salah satunya salak.
Agar memiliki infrastruktur pertanian yang mapan, memang diperlukan komitmen di bidang anggaran. Artinya, kalangan eksekutif dan legislatif mestinya bersepakat mengalokasikan dana APBD lebih besar pada sektor pertanian. Konsep pembangunan Banjarnegara harus mulai didesentralisasi hingga ke pelosok-pelosok desa.
Terlalu lama peringatan hari jadi Banjarnegara dilewatkan dengan kirab yang hanya menjadi anualitas budaya. Saatnya kado istimewa diberikan kepada Banjarnegara dan seluruh warganya dengan memantapkan komitmen dan infrastruktur di bidang pertanian.
Surahmat, Koordinator Komunitas Nawaksara
Dipublikasikan Media Indonesia, Minggu 30 Agustus 2009
Wednesday, 13 January 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment