Sunday, 25 April 2010

Sampah Pilkada Tanggung Jawab Siapa?


PERSOALAN pilkada ternyata tidak usai ketika pemungutan suara selesai dilakukan dan diketahui hasilnya. Akibat banyaknya atribut kampanye, pilkada juga meninggalkan masalah lingkungan yang pelik. Alat simulasi para kandidat dan KPU umumnya terbuat dari bahan yang sulit terurai sehingga dapat menimbulkan kerusakan lingkungan.

Demikian yang terjadi di sejumlah daerah di Jawa Tengah. Di Semarang misalnya, sejumlah media kampanye berupa spanduk, MMT, dan pamflet tidak ditangani secara baik. Sebagian hanya diturunkan sekadar mematuhi larangan berkampanye pada hari tenang, sedangkan sebagian lainnya masih terpasang. Demikian pula hal yang terjadi di Purbalingga. Media kampanye di perkampungan banyak yang belum diturunkan pada masa tenang sehingga menimbulkan pemandangan yang tidak sedap.

Kekhawatiran ‘terlantarnya’ sampah sisa Pilkada sangat realistis karena kandidat tidak lagi ngopeni pada media kampanye yang dipasangnya setelah pungutan suara selai dilakukan.Perhatian mereka akan tersita pada kalkulasi perhitungan suara. Media kampanye dibiarkan begitu saja tanpa ada yang bertanggungjawab.

Jumlah Besar
Sampah Pilkada patut mendapat perhatian karena jika dihitung jumlahnya sangat besar. Pada Pemilihan Walikota Semarang misalnya, spanduk dan MMT yang digunakan diperkirakan mencapai ribuan lembar. Kandidat walikota tampaknya belum menjadikan media digital seperti radio, televisi dan internet sebagai media utama karena keterbacaannya tidak terlalu tinggi.

Tidak Terurus - Media kampanye bekas Pilkada tidak terurus sehingga menimbulkan masalah lingkungan. (Sumber gambar: malangraya.web.id)

Jika setiap pasangan memasang 10 baliho di 177 kelurahan yang ada di kota Semarang sampah dari baliho mencapai 1770 lembar. Selain baliho, pasangan calon walikota dan wakil walikota biasanya juga memasang alat peraga lain, seperti spanduk, pamflet, dan stiker yang jika diakumulasikan jumlahnya mencapai ribuan lembar. Jumlah tersebut akan semakin besar jika diakumulasikan dengan media sosialisasi yang dipasang KPU. Lantas, berapa besar sampah yang dihasilkan Pilkada di 465 kabupaten/kota di seluruh Indonesia?

Meski menggunakan bahan kain, spanduk juga berpotensi menimbulkan masalah lingkungan karena sulit terurai sekaligus sulit di daur ulang. Kain bekas spanduk jarang diolah kembali menjadi produk tepat guna. Jika setiap pasangan memasang 20 spanduk di setiap kelurahan, setiap pasangan berarti telah menghabiskan 3540 lembar spanduk. Artinya, karena peserta Pilwalkot adalah empat pasang limbah dari spanduk saja mencapai 14160 lembar. Jumlah tersebut terhitung besar dan tentu saja memerlukan perhatian ekstra.

Sampah menjadi implikasi minor penyelenggaraaan Pilkada. Perhatian terhadap masalah ini relatif rendah karena tidak menjadi fokus peserta dan penyelenggara pesta demokrasi itu. KPU tidak bersikap open karena tidak memiliki kewajiban mengelola sampah, sedangkan perhatian para kandidat dipastikan tersita pada perolah suaranya.

Regulasi Baru
Dari sekian banyak media kampanye yang digunakan, kita bisa cermati sebagian besar terbuat dari bahan plastik, bahan yang sangat sulit terurai. Meski dari jenis thermoplastic yang memungkinkan daur ulang, media kampanye jarang dikeola secara tepat. Lebih banyak media sisa Pilkada terlantar. Padahal, bahan plastic setidaknya memerlukan waktu 80 tahun agar terurai sempurna.

"Karena itulah, ke depan perlu dibuat regulasi yang mengatur sampah sisa Pilkada. Langkah ini diperlukan supaya hajatan demokrasi lima tahunan tersebut tidak rutin mencemari lingkungan."

Karena itulah, ke depan perlu dibuat regulasi yang mengatur sampah sisa Pilkada. Langkah ini diperlukan supaya hajatan demokrasi lima tahunan tersebut tidak rutin mencemari lingkungan. Regulasi tersebut bisa dibuat dalam bentuk peraturan KPU atau Peratuiran Daerah (perda). Misalnya, antara KPU dan peserta Pilwalkot dibuat kesepakatan mekanisme penenganan limbah sisa kampanye. Perlu dibuat aturan tertulis yang mengikat supaya masing-masing pasangan calon bertanggungjawab menangani limbah sisa kampanye yang mereka produksi.

Sebelum masa kampanye dimulai KPU Kota Semarang perlu mengawasi jumlah media kampanye yang diproduksi tim sukses masing-masing kandidat. Caranya, setiap tim sukses diwajibakn melaporkan jumlah media kampanye yang diproduksi berdasarkan kategori jenis media, jumlah, dan daerah penyebaran. Mereka juga perlu melaporkan rencana penanganan limbah sisa kampanye, apakah akan disimpan, disumbangkan kepada pihak lain, atau didaur ulang secara mandiri.

Jika disimpan tim sukses perlu menjelaskan di mana media tersebut akan disimpan dan akan digunakan untuk keperluan apa. Demikian pula jika disumbangkan dan didaur ulang, tim sukses harus melaporkan siapa penerimanya dan bagaimana peruntukkannya. Sedangkan jika akan didaur ulang, laporan tentang kapan sampah akan didaur ulang dan siapa pelaksananya juga tidak bisa dilupakan.

Pilkada adalah momentum perubahan. Pada saat itulah integritas kepemimpinan dan moral calon pemimpin diuji. Perhatian mereka terhadap persoalan limbah kampanye setidaknya bisa menjadi gambaran kepedulian mereka terhadap persoalan masyarakat. Jika pada masa kampanye saja mereka mengabaikan limbah yang dihasilkannya bagaimana jika sudah menjabat nanti?

Surahmat
Pegiat Komunitas Nawaksara Banjarnegara

4 comments:

  1. ayo kalau nemu sampah pilakada yang sudah tidak diapaki, cabut saja,,,lalu kasikan ke pemulung dengan cuma-cuma...:))

    ReplyDelete
  2. Kayaknya memang lebih baik begitu. Tapi ntar ada yang protes ndak ya? Hehehe

    ReplyDelete
  3. di bukittinggi , semua urusan kampenye pilkada sudah di sapu bersih begitu masa kampanye habis mas, bahkan kertas2 yg ditempel 2 pun sudah dibersihkan

    ReplyDelete
  4. Wah, kalau di Buktiingi sudah begitu, its good. Kesadaran atau karena dipaksa ya?

    Tapi saya pikir, persoalannya tidak selesai ketika sampah itu sudah tidak tampak di jalanan. Lebih jauh lagi, untuk apa sampah kampanye itu dikelola? kalau sekadar copot lantas buang sembarangan, kan sama juga boong.
    Karena itu, kalau boleh saya usul. peserta kampanye musti melaporkan produksi media kampanyenya, beserta persebaran dan rencana pengelolaannya. Biar ndak "Polusi" gambar wajah.

    ReplyDelete