Sunday, 19 December 2010

Greget Belajar

Awal Februari yang indah saat perkuliahan dimulai. Gegap gempita kampus kembali hidup setelah beberapa hari redup. Mahasiswa daerah, yang menyandarkan masa depannya di bangku kiliah Unnes, berdatangan. Harapan mereka tak berlebih; menyelesaikan studi lantas mengabdi sesuai bidang profesi masing-masing.

Adalah luar biasa melihat perjuangan puluhan ribu anak muda yang membulatkan tekadnya untuk belajar di Unnes. Mereka harus berjuang keras untuk itu. Hidup jauh dari orang tua, dengan failitas terbatas, terlebih bagi mahasiswa dengan uang saku seadanya. Mencermati samua itu kita sepakat menyebut mereka sebagai anak muda yang bersemangat. Musim penghujan belum berhenti, namun rintik gerimis yang kerap datang sepanjang hari tak mampu membuat kobaran semangat dalam dada mahasiswa Unnes padam.

Sebagaimana awal perkuliahan semester sebelumnya, semester inipun dimulai dengan tidak sempurna. Setelah kegagapan mahasiswa pada teknologi informasi yang menjadi syarat mutlak berjalanya system on line tidak lagi menjadi masalah, tidak tertatanya jadwal kuliah menjadi masalah baru yang perlu segera diperbaiki.

Tampaknya, kita tidak terlalu siap menjalankan sistim rombel yang dimulai semester lalu. Jadwal yang tercantum pada Sikadu mestinya bisa lebih memberi kemudahan karena lebih fleksibel. Jika berjalan baik, mahasiswa bisa leluasa memilih jam kuliah sesuai kondisi dan minat belajarnya. Nyatanya, beberapa prodi justru harus merubah jadwal karena tidak sesuai dengan jam mengajar dosen dan ketersediaan ruangan. Beberapa ruang kuliah yang tercantum di Sikadu justru tidak pernah ada. Tentu saja, ruang fiktif yang hanya ada dalam angan-angan semacam itu tidak dapat digunakan untuk kuliah.

Berbagai kendala yang ada tak pelak membuat kita mempertanyakan kesiapan Universitas dalam menjalankan system ini. Benarkah kita sudah siap, atau hanya dipaksakan untuk siap? Menelisik lebih jauh, kita tahu bahwa sumber masalah ini tak jauh berbeda dengan masalah sebelumnya; ketidaksesuaian kapasitas kelas dengan jumlah mahasiswa.

Tidak tertatanya jadwal kuliah tidak hanya berpengaruh pada pejabat Universitas yang harus kembali bekerja keras memperbaiki sistim rombel. Lebih jauh, hal ini juga mempengaruhi greget belajar mahasiswa. Jadwal kuliah yang telah mereka susun sedemikain rupa dengan mempertimbangkan kondisi masing-masing, ternyata tidak berjalan. Sebaliknya, mereka justru harus menyesuikan diri dengan  jadwal baru yang disusun ulang oleh jurusan. Mahasiswa tidak lagi memiliki keleluasan mengatur jadwal kuliahnya. Jika tetap berjalan seperti ini, sistim rombel tak jauh berbeda dengan sistim kelas. Lantas apa manfaatya berlama-lama di warnet untuk mengotak-atik KRS?

Lepas dari masalah ini wacana tentang Badan Hukum Pendidikan masih terus mengudara. Mungkin baru wacana, tapi kalangan legislative serius merancang undang-undangnya. Jika undang-undang BHP disayahkan, tak lama setelah itu Unnes akan benar-benar  menjadi Badan Hukum Pendidikan. Kita tidak perlu terlalu jauh menebak nasib kita saat itu. Yang harus kita lakukan adalah tetap ingat bahwa setiap program dijalankan dengan kesiapan. Apa hebatnya memaksa diri untuk siap jika harus menafikkan hak mahasiswa?

Rahmat Petuguran

No comments:

Post a Comment