Awal Februari yang indah saat perkuliahan dimulai. Gegap gempita kampus
kembali hidup setelah beberapa hari redup. Mahasiswa daerah, yang
menyandarkan masa depannya di bangku kiliah Unnes, berdatangan. Harapan
mereka tak berlebih; menyelesaikan studi lantas mengabdi sesuai bidang
profesi masing-masing.
Adalah luar biasa melihat perjuangan
puluhan ribu anak muda yang membulatkan tekadnya untuk belajar di Unnes.
Mereka harus berjuang keras untuk itu. Hidup jauh dari orang tua,
dengan failitas terbatas, terlebih bagi mahasiswa dengan uang saku
seadanya. Mencermati samua itu kita sepakat menyebut mereka sebagai anak
muda yang bersemangat. Musim penghujan belum berhenti, namun rintik
gerimis yang kerap datang sepanjang hari tak mampu membuat kobaran
semangat dalam dada mahasiswa Unnes padam.
Sebagaimana awal
perkuliahan semester sebelumnya, semester inipun dimulai dengan tidak
sempurna. Setelah kegagapan mahasiswa pada teknologi informasi yang
menjadi syarat mutlak berjalanya system on line tidak lagi menjadi
masalah, tidak tertatanya jadwal kuliah menjadi masalah baru yang perlu
segera diperbaiki.
Tampaknya, kita tidak terlalu siap menjalankan
sistim rombel yang dimulai semester lalu. Jadwal yang tercantum pada
Sikadu mestinya bisa lebih memberi kemudahan karena lebih fleksibel.
Jika berjalan baik, mahasiswa bisa leluasa memilih jam kuliah sesuai
kondisi dan minat belajarnya. Nyatanya, beberapa prodi justru harus
merubah jadwal karena tidak sesuai dengan jam mengajar dosen dan
ketersediaan ruangan. Beberapa ruang kuliah yang tercantum di Sikadu
justru tidak pernah ada. Tentu saja, ruang fiktif yang hanya ada dalam
angan-angan semacam itu tidak dapat digunakan untuk kuliah.
Berbagai
kendala yang ada tak pelak membuat kita mempertanyakan kesiapan
Universitas dalam menjalankan system ini. Benarkah kita sudah siap, atau
hanya dipaksakan untuk siap? Menelisik lebih jauh, kita tahu bahwa
sumber masalah ini tak jauh berbeda dengan masalah sebelumnya;
ketidaksesuaian kapasitas kelas dengan jumlah mahasiswa.
Tidak
tertatanya jadwal kuliah tidak hanya berpengaruh pada pejabat
Universitas yang harus kembali bekerja keras memperbaiki sistim rombel.
Lebih jauh, hal ini juga mempengaruhi greget belajar mahasiswa. Jadwal
kuliah yang telah mereka susun sedemikain rupa dengan mempertimbangkan
kondisi masing-masing, ternyata tidak berjalan. Sebaliknya, mereka
justru harus menyesuikan diri dengan jadwal baru yang disusun ulang
oleh jurusan. Mahasiswa tidak lagi memiliki keleluasan mengatur jadwal
kuliahnya. Jika tetap berjalan seperti ini, sistim rombel tak jauh
berbeda dengan sistim kelas. Lantas apa manfaatya berlama-lama di warnet
untuk mengotak-atik KRS?
Lepas dari masalah ini wacana tentang
Badan Hukum Pendidikan masih terus mengudara. Mungkin baru wacana, tapi
kalangan legislative serius merancang undang-undangnya. Jika
undang-undang BHP disayahkan, tak lama setelah itu Unnes akan
benar-benar menjadi Badan Hukum Pendidikan. Kita tidak perlu terlalu
jauh menebak nasib kita saat itu. Yang harus kita lakukan adalah tetap
ingat bahwa setiap program dijalankan dengan kesiapan. Apa hebatnya
memaksa diri untuk siap jika harus menafikkan hak mahasiswa?
Rahmat Petuguran
Sunday, 19 December 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment