Sumber gambar: www.cnemapolis.org
Letnan James duduk di ranjang anak pertamanya yang masih berusia 4 atau 5 bulan. Ia menekuk kaki kanannya di atas ranjang dan membiarkan kaki kirinya terjulur ke lantai. Sambil menunjukkan “badut kejut” yang tersimpan dalam kotak, alumni perang Irak ini bercerita.
“Kau tahu sobat, kau punya banyak hal yang kau suka. Kau suka bonek, kau suka badut, kau suka ayah, ibu, juga pakaianmu.” Letnan james sambil mementikan boneka kain berbentuk aneka bintang yang digunakan naknya bermain. “Tapi setelah kau dewasa, barang-brang yang kau sukai mungkin akan berkuruang,” lnjutnya.
“Kau akan tahu boneka ini hanya mainan binatang yang terbungkus dalam logam,” ia memainkan badut kejut itu. Anaknya terus bermain. Ia tampak girang sekali memainkan aneka mainannya. Ia memukuli boneka, melemparnya, sambil tertawa hingg dua gigi depannya Nampak. “Saat kau seusia ayah, mungkin kau hanya suka satu atau dua hal. Bagi ayah hanya satu,” ucapnya.
***
Ucapan itu Letnan James gunakan untuk pamitan. Setelah sat tahun ditugaskan sebagai penjinak bom di Irak, James baru di rumah beberapa hari. Ketika berbelanja di sebuah super market, sitrinya meminta ia mengambilkan sereal sementara ia menunggu. James kesulitan karena di atas rak sepanjang du atau tiga puluh meter terpajang puluhan mereka sereal. “Mana sereal yang istri James minta?”
Tugas memilih sereal jelas lebih berat bagi James, karena tidak pernah ia sukai. Ia tidak memiliki passion memperhitungkan nilai gizi tiap-tiap merek. Akhirnya, ia asal saja memilih; mencomot sereal yang persis di depannya.
Mengapa tugas menjadi penjinak bom lebih menyenangkan daripada memilih sereal atu membersihkan daun-daun kering dari atap?
Bagi saya, karena setiap orang memiliki interest sendiri-sendiri. Dalam DNA manusia, konon, tersimpan 3,2 milyar kode yang unik. Di antara 3,2 milyar itulah, bisa jdi, selera manusia dipermutasikan. Akibatnya, ada 6 milyr kesukaan bagi 6 milyar manusia yang menghuni bumi ini. Mereka memiliki ketertarikan yang kadang sulit dinalar orang lain.
Di rumah misalnya, ayah saya senang sekali membongkar mesin sepeda motor, gergaji mesin, bahkan diesel 24 PK. Jika mesin-mesin itu rusak ia akan mulai membongkar, memutar baut satu persatu, sejak pagi . sering sekali ia menersukan pekerjaan itu setelah makan malam. Ia seperti menikmati putaran-demi putarab baut. Ia menikmati hirup demi hirup bau bensin atau solr yang berpadu dengan rokok tingwe-nya.
Mahun, sepupu saya, lain lagi. Ia memilikikecerdasaan motorik, saya pikir. Sehingga dulu, ketika kami masih berusia dua belas atau tiga belas tahun, dia selalu mengajak saya bermain bola. Ia mencoba berbagai gerakan untuk memainkan bola plastik; dari menimang, menendang, hingga menyndul. Dan ketika ia mulai dewasa, ia gemar bermain voli.
Di lapangan voli dusun kami, yng kini digunakan untuk membangun ruang kelas MI, Mahun pemanasan sejak pukul 3 sore sambil menunggu teman-teman. Ia, kadang-kadang kami, baru selesai bermain setelah adzan maghrib berkumandang. Bukan adzan yang menghentikan permainan, karena setelah pulang pun Mahun belum tentu sholat, tapi karena bola mulai tidak terlihat.
James, Bapakku, dan Mahun hanya contoh kecil. Ketiganya bahan pernungan yang menarik bahwa siapapapun punya ketertarikan. Siapapun memiliki passion. Mereka yang mengerjakansesuatu karena ia menyukainya, terlihat gembira. Mereka mampu mencurahkan energy hingga batas optimal hingga kreativitasnya melampaui nalar kebanyakan orang.
Saya ragu, bidang pekerjaan apa yng membuat saya senang. Tapi saya mulai merasa harus menemukannya. Saya mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia, tapi tidak suka teori strukturalis yang diajarkan Saussure. Saya ketua unit kegiata mahasiswa di bidang pers, tapi masih angh-ingih saat liputan. Barangkali passion saya menulis.
Bisa jadi. Saya menemukan keriangan ketika merangkai kata demi kata menjadi susunan wacana yang beramakna. Ya, mungkin saya memang ditakdirkan menjadi penulis. Mungkin saya juga ditakdirkan untuk menjadi peternak. Apapun, saya akan mengukir takdir mengerjakan sesuatu yang saya sukai..
Sunday, 23 January 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment