Thursday 20 January 2011

JUAL KLENYEM HINGGA BATIK, UNDANG CHEERLEADER BERAKROBAT

Kampus Unnes Menjadi Pasar Krempyeng

Anda bingung ke mana menghabiskan Minggu pagi bersama keluarga? Jika menurut anda simpang lima sudah terlalu padat sehingga kurang nyaman, sekali waktu cobalah ke kampus Unnes Sekaran. Di sana, setiap Minggu pagi, ada pasar Krempyeng . Bukan hanya nasi gudhangan yang dijual, tapi juga hiburan. Seperti apa suasananya?

RAHMAT PETUGURAN

Lagu Cinta Satu Malam dalam versi beat terdengar keras dari depan Markas Menwa Unnes, di Kampus Sekaran, Minggu (9/1) kemarin. Lebih dari 300 orang sedang asyik mengiktui senam. Tiga orang instruktur memandu gerakan dari atas level kayu setinggi 30 sentimeter. Lainnya mengikuti dengan gerakan ala kadarnya. Banyak yang terlihat luwes, tapi tidak sedikit pula yang tampak kagok karena belum terbiasa.

Demikian, kurang lebih, situasi senam massal yang menjadi pembuka Pasar Krempyeng Unnes. Senam hanya pembuk. Di luar itu, pengunjung bisa menikmati nasi gudhangan atau mengelilingi kampus dengan sepeda.

Ya, di acara itu, memang banyak pedagang yang menggelar dagangannya. Purwanti, warga Patemon, misalnya, menjual es dawet hitam. Di bawah rindang pohon angsana ia menggelar tikar plastik sambil menunggu pelanggan. Ia ditemani suami dan anak laki-lakinya yang berumur tujuh tahun. “Kemarin habis 120 mangkuk Mas,” katanya.

Emi dan Elin, remaja putri dari Banaran, tidak mau ketinggalan. Di salah satu sisi jalan keduanya menggelar minuman segar dari berbagai merek. “Kalau mereka capek, keringetan, kan haus, jadi beli ke tempat kami,” harap Emi. Tidak hanya minuman, ia juga menjual klenyem, jajanan tradisional berbahan ketela. Hargany hanya lima ratus rupiah. Beberapa ikat ase, yang katanya dipetik dari kebun mereka sendiri, juga mereka pamerkan jika ada pengunjung yang ingin mencicipinya.

Groin Sulistiyowati, akrab disapa Iin, bahkan sengaja datang dari rumahnya di Sampangan untuk jualan di sana. Ia membaca publikasi acara itu dari sebuah spanduk. Sambil jalan-jalan menghabsikan minggu pagi ia berjualan. “Ada minuman, jajan, batik juga ada,” katanya. “Biasanya saya jualan di rumah.”

Kepala Humas Unnes Sucipto Hadi Purnomo mengungkapkan, pasar Krempyeng Minggu pagi memang sengaja digagas supaya kampus Unnes lebih terbuka bagi masyarakat. “Ini kali ketiga acara digelar. Pertama pada 19 Desember dan kedua 2 Januari. Tapi 2 Januari tidak terlalu ramai karena hujan,” katanya.

Pihaknya mengundang warga Sekaran, mulai anak-anak hingga ibu PKK, untuk bergabung. “Hari ini ada siswa SD 02 Patemon, SD 01 Sekaran, dan MI Al Iman,” katanya. “Ibu-ibu PKK dari Kelurahan Wonosari juga datang,” lanjut dosen Sastra Jawa ini.

Bahkan, pedagang nasi gudhangan yang biasa berjualan di Pasar Krempyeng dekat lapangan Dusun Banaran secara khusus diminta memindahkan lokasi berjualannya. Unnes memberi insentif Rp 50 ribu kepada mereka. “Supaya mereka berjualan di sini. Selebihnya biarlah mereka sendiri yang menkalkulasi untung rugi,” lanjutnya.

Selain gratis menikmati senam, pengunjung dipersilakan menggunakan speda untuk mengelilingi kampus. “Ini juga gratis,” kata Sucipto. Hanya dengan meninggalkan kartu identitas pengunjung bisa menggunakan puluhan sepeda yang Unnes teria dari Bank mandiri beberapa waktu lalu itu. sepeda-sepeda itu masih gress. Beberapa di antranya bahkan masih terbungkus plastik.

“Kami memang ingin mengajak warga dan mahasiswa untuk hidup lebih sehat. Ada pesan-paesan konservasi yang ingin kami sampaikan. Tapi biarlah pesan itu tersampaikan tanpa terasa dengan cara seperti ini,” lanjutnya.

Minggu lalu pihaknya juga mengundang grup penari barongan dari Gunungpati. Ia berencana memadukannya dengan tari modern yang selama ini digeluti mahasiswa. “Jadi ada dialektika antara yang modern dengan yang tradisional,” kata Sucipto lagi. Unnes memang memiliki beberapa jurusan seni. Selain musik dan tari, sejumlah mahasiswa tekun berlatih kethoprak dan penembromo dalam wadah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kesenian Jawa.

Untuk memulai rencana itu, sebuah kelompok cheersleader diundang untuk menghibur pengunjung Minggu kemarin. Blazer, nama kelompok itu, digawangi sejumlah mahasiswa dan pelajar. Wiwit dari Unika Sugiyapranata, Joko dari Undip, sedangkan Siska adalah siswa SMA Neger 2 Semarang.

Selain membentuk formasi piramida layaknya cheers kebanyakan, mereka juga menunjukkan gerak yang lebih akrobatik. Salah satu dari mereka dilempar setinggi 3 meter, bersalto di udara, kemudian ditangkap kembali oleh rekan-rekannya. “Satu dua tiga; hap!” teriak mereka.

No comments:

Post a Comment