Thursday 20 January 2011

PERNAH DITAWAR RP 350 JUTA, LOMBA DI MANADO NAIK HERCULES

Pelatihan Kuda di Pakintelan, Gunungpati

Nama Pakintelan mungkin kurang familiar. Salah satu kelurahan di Kecamatan Gunungpati ini memang agak jauh dari pusat kota. Dari jalan Raya Mangunsari, jaraknya sekitar 2 kilometer. Namun, di sana lah sebuah petrnakan kuda terletak. Tidak main-main. Salah satu kuda di sana pernah ditawar hingga Rp 350 juta. Seperti apa?

RAHMAT PETUGURAN

Adalah Rahman, pria paruh baya, yang dua tahun terakhir menjaga kandang itu. Ia mengaku merawat kuda sejak masih SMP. Karena itu, meski pernah menjajal berbagai pekerjaan, akhirnya ia kembali menjadi perawat kuda. Tidak sekadar mengawasi, ia menjaga kuda-kuda itu 24 jam. “Kuda itu gampang kembung. Kalau tidak segera ditangani bisa mati. Karena itu saya jaga 24 jam,” katanya.

Selasa (4/1) sore kemarin, hanya ada dua kuda yang saat itu di kandang. Beberapa kuda yang dulu menghuni kandang Pakintelan katanya sedang berlatih di Blitar dan Jakarta. Di kebun seluas 1 hektar itu pula sebuah track pacuan sedang dibangun. Ada puluhan balok yang sedang dipersiapkan menjadi perintang untuk latihan kuda jumping.

Menurut Rahman, secara garis besar, kuda dikategorikan menjadi dua, yakni jumping dan pacu. Jumping menuntut kekompakan kuda dan penunggang. Sebab, pada kelas ini, kuda harus melintasi berbagai rintangan. Karena itu biasanya dipilih kuda yang punya stamina bagus sekaligus cerdas. “Latihannya juga rumit. Harus sering,” kata Rahman.

Beda dengan kuda pacu. Menurut pria asal Ungaran ini, kuda pacu hanya harus bisa lari kencang. Karena itu, setiap pagi dan sore kuda pacu harus jalan setidaknya 2 kilometer.

Suatu hari di lapangan pacu Tegalwaton Salatiga, Rahman dan rekan-rekannya pernah iseng. Mereka ingin membandingkan kecepatan kuda dengan sepeda motor. Lima kuda dijejerkan dengan sebuah RX King. Kebetulan, lintasan di Tegalwaton berdampingan dengan jalan aspal. Ternyata, motor yang terkenal bisa lari kencang itu kalah. “Kuda akselerasinya cepat. Di langkah pertama bisa 40 kilometer per jam, nambah terus hingga kecepatan 150,” katanya.

Salah satu kuda pacu di kandang itu bernama Faradifa. Meski betina, postur tubuhnya tinggi besar. Tinggi punggungnya lebih dari 160 sentimeter. Padahal usianya baru lima tahun. Rahman menaksir, berat Faradifa lebih dari 3 kuintal. Sekitar tahun 2008, kuda yang lahir dan dibesarkan di kandang Pakintelan itu menjalani debutnya di lintasan pacu Pulomas. Tapi sayang, saat itu kaki kanan belakangnya terkilir sehingga sampai sekarang belum bisa berlomba lagi.

Merawat kuda, menurut Rahman sebenarnya tidak terlalu sulit. Selain makanan yang sehat, kuda harus diajak terus bergerak. Supaya aliran darahnya lancar, kuda juga harus sering-sering dikerok. Menurut Rahman, itu karena 60 persen tubuh kuda adalah jalan darah. “Supaya lancar harus sering dikerok. Biasanya dengan karet,” ungkapnya. Untuk urusan kebersihan, mamalia dari genus Equus ini juga tidak terlalu ketat. “Tidak perlu dimandikan setiap hari. Yang penting kaki selalu dibersihkan,” lanjutnya.

Hanya saja, merawat kuda perlu biaya besar. Untuk memenuhi kebutuhan makan Faradifa saja comtohnya, perlu biaya sekitar satu juta per bulan. Biaya itu digunakan untuk membeli pakan. Sebab, selain rumput kuda juga perlu makanan tambahan seperti ampas gandum dan pelet. Untuk memperoleh itu Rahman biasanya membeli dari sebuah pabrik roti.

Alat yang digunakan untuk berkuda juga termasuk mahal. Sebuah pelana harganya sampai Rp 40 juta. Akan lebih mahal karena sebagian besar peralatan itu diimpor.

Maka tidak mengherenkan jika kuda juga menjadi hewan tunggangan paling mahal. Rahman bercerita, dulu Faradifa pernah ditawar Rp 350 juta. Bukannya diberikan, pemilik justru menertawakan tawaran itu. “Faradifa mungkin memang tidak dijual karena dia lahir dan besar di sini,” katanya. Bahkan, sebuah kuda bernama Matador yang kini sedang berlatih di Blitar ditaksir mencapai harga 1,3 M. Selain fisik yang bagus, matador pernah meriah perak saat beraksi pada PON XVII di Kutai Kertanegara.

Selain Faradifa Rahman juga memeilihara kuda mungil bernama Cynthia. Ukurannya lebih menyerupai keledai. Namun Chyntia memiliki rambut bagus. Rambut punggungnya pirang tumbuh memanjang. Ketika berlari, rambut-rambut Cyntia terurai indah. Meskipun kecil, Chyntia ternyata bisa mengangkat beban hingga 90 kilogram. “Karena dia cari makan rumput liar, jadi nutrisinya lebih bagus,” kata Rahman.

Untuk melatih kuda hingga siap berlaga juga diperlukan keterampilan khusus. Rahman, meski sudah mengenal kuda sejak belia pun tidak bisa melakukannya. Karena itu, pemilik kuda berencana mendatangkan pelatih asing. Dalam waktu dekat sang pemilik bahan akan mendatangkan pelatih dari Belanda “Namanya Nick, tapi saya tidak tahu nama lengkapnya,” lanjut Rahman.

Ketika berlomba, kuda juga harus diperlakukan istimewa. Rahman menceritakan, ketika kuda-kuda yang dipeliharnya berlomba di Blitar, pemilik mengangkutnya dengan kendaraan khusus. Ketika menjadi joki di Manado ia bahkan mendapati sebuah kuda diangkut dengan pesawat Hercules. “Saya dengar harga sewa sekali jalan saja Rp 250 juta,” katanya.

No comments:

Post a Comment