Tuesday 15 February 2011

ANAK KOS TAK KENAL INDUK SEMANGNYA

(Sok?) Sibuk - Kuliah ternyata hanya salah satu kegiatan mahasiswa. Entah sibuk atau sok sibuk, mereka juga harus kerjakan tugas, organisasi,dan pacaran sehingga lupa bersosialisasi.

KEHIDUPAN mahasiswa ternyata tidak se-wah kesannya. Kerap disebut sebagai agen perubahan, kehidupan mahasiswa justru menyajikan banyak keganjilan. Mahasiswa pendatang misalnya, banyak yang tidak kenal induk semangnya. Hidup dalam lingkungan yang sama tidak membuat warga dan mahasiswa guyup. Seperti apa?

Setengah dua belas siang Ari pulang ke kosnya dengan tergopoh-gopoh. Wajahnya lesu. Matanya sembab seperti baru bangun. Ternyata, tengah malam hingga pagi ia online di sebuah angkringan yang dilengkapi fasilitas wifi. Selain browsing, bermain jejering sosial, ia juga doyan memainkan game online. “Semalam dari setengah satu sampai jam delapan,” katanya.

Ari tidak sendiri. Ada puluhan mahasiswa lain yang punya hobi sama. Aziz, 21, senang sekali bermain jejering sosial. Namun ia lebih memilih jaringan wifi di kampus karena gratis. Kalau sedang asyik bermain di dunia maya, ia bisa semalaman nongkrong di depan laptopnya. “Pulang kalau sudah ngantuk. Tapi kalau gak ngantuk, bisa nyampe Shubuh.”

Berbeda lagi dengan Fian. Ia tidak senang bermain internet. Sesekali saja ia mengunjungoi warnet kalau sedang ada perlu. Namun, ia termasuk mahasiswa yang jarang pulang kos. Aktivitas sebagai fungsionaris sebuah organisasi kemahasiswaan memaksanya sering bermalam di kampus. Bersama rekan-rekannya mereka tidur di Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM).

Kesibukan mahasiswa sering disebut menjadi salah satu sebab renggangnya aktivitas mereka dengan masyarakat setempat. Namun, kesibukan faktor tunggal. Dalam penelitian Pola Interaksi Mahasiswa Dengan Masyarakat, Masrukhi, Tommy Yuniawan, dan Ali Masyar, ketiganya dosen Unnes disebut Mahasiswa aktivis jarang berinteraksi karena kesibukan di kampus. Sedangkan mahasiswa nonaktivis sibuk pacaran, belajar, dan mengerjakan tugas kuliah.

Mustofyan, ketua RT 05 RW 1 kelurahan Sekaran mengungkapkan, sikap mahasiswa memang sudah jauh berubah. Saat ini mereka tidak lagi guyub dengan masyarakat sekitar. Dalam kegiatan sosial yang dihelat warga mereka jarang terlibat. “Ada yang masih suka ikut kerja bakti, tapi sedikit sekali. Nol koma sekian persen lah,” ucapnya sambil tertawa.

Perubahan juga ia rasakan pada unggah-ungguh mahasiswa. Jika dulu masih banyak yang bertegur sapa, sekarang sangat jarang. Bahkan banyak yang tidak saling kenal. “Mahasiswa kan macam-macam. Mereka beda-beda. Masiha ada yang mau tanya dulu sih, tapi sedikit,” katanya.

Pihaknya sebenarnya telah membuat aturan supaya setiap mahasiswa pendatang membuat surat keterangan tinggal sementara. Namun kebijakan itu tidak direspon baik. Sekalipun telah disosialisasikan melalui pemilik kos, sedikit sekali mahasiswa yang menanggapinya. “Sekitar 5 persen saja. Padahal kami kan perlu data itu, supaya kami bisa bertanggungjawab kalau tidak terjadi apa-apa,” lanjutnya.

Hal senada disampaikan Sungarso, ketua RT 8 RW 4 Keluaraha Tambakaji. Karena dekat dengan beberapa perguruan tinggi, ada sejumlah mahasiswa yang kos di wilayahnya. “Jumlahnya sekarang sudah tidak terlalu banyak, tapi ada,” katanya.

Menurutnya, mahasiswa di lingkungannya cenderung abai. Mereka sangat jarang bergaul dengan warga. Begitupun ketika ada kegiatan bersama warga, hampir tidak pernah ada mahasiswa yang melibatkan diri. “Sebenarnya saya berharap mereka ndukung,” katanya.

Apa pengakuan mahasiswa mengenai hal ini? “Kalau bergaul tapi Cuma buang-buang waktu dan nggak ada faedahnya buat apa?” kata Septian Agus, 22, mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta di Semarang. “Mending sendiri, baca-baca buku,” lanjut pemuda yang tinggal di Medoho itu.

Mince, mahasiswa lainnya, punya pendapat lain. Ia menilai masyarakat di sekitar tempat kosnya kurang cocok dengannya. “orang-orangnya suka membicarakan orang lain, suka pamer pada hal-hal yang tidak penting, jadi kita males bergaul dengan mereka,” kata mahasiswi yang sementara tinggal di Panca Karya ini.

Meski demikian, ada pula mahasiswa yang guyup dan senang bergaul dengan warga. Parno, warga Bulusan Kecamatan Tembalang mengaku, masih sering nongkrong dengan mahasiswa. “Kalau kerja bakti mereka memang tidak diikutkan, karena pemilik kos yang bertanggungjawab. Tapi kami masih sering ketemu. Kalau ketemu mereka juga negur dulu,” akunya.

Sejak kampungnya menjadi daerah kos-kosan pada tahun 1998, Parno mengaku ia belum pernah mendapati hal-hal yang tidak mengenakan. “Kalau mereka kebut-kebutan, kita tegur, besoknya tidak berani lagi,” lanjutnya.

No comments:

Post a Comment