Rela Nombok dengan Uang Pribadi, UGM Lawan Terberat
KONTES Robot Indonesia 2011 antarmahasiswa tingkat regional III baru akan digelar 28-29 Mei 2011 mendatang di kampus Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Tapi persaingan antartim robotik mahasiswa di Semarang yang akan mengikuti kontes itu sudah mulai terasa. Seperti apa?
Uji Coba - Anggota UKM Robotika EWS 302 Undip menujicoba robot beroda di sebuah lintasan labirin. (Foto: Rahmat Petuguran)
Kontes Robot Indonesia 2011 rutin digelar setiap tahun. Kompetisi robot yang mengadopsi dari kontes robot internasional ini dibagi dalam empat kategori, yakni Kontes Robot Indonesia (KRI), Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI) Beroda dan Berkaki, Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI) Battle, serta Kontes Robot Seni Indonesia (KRSI).
Ajang menciptakan robot canggih ini tentu saja tidak akan dilewatkan oleh para mahasiswa. Bahkan demi robot idaman, banyak peserta yang rela lembur untuk membuatnya. Tak jarang pula, dalam membuat robot, mereka harus rela urunan dengan uang pribadi. Maklum saja, biaya untuk membuat robot memang tidak sedikit.
Seperti robot beroda yang dikembangkan Electrical Work Shop (EWS) 302 Undip misalnya. Robot tersebut ditaksir menghabiskan biaya Rp 7 juta. Dari anggaran itu, paling besar digunakan untuk membeli sensor.
“Harga sensor Rp 350 ribu sampai Rp 400 ribu per buah. Kalau sensor panas malah Rp 1,2 juta. Padahal, satu unit robot beroda perlu 7 sampai 10 sensor,” kata Tri Bagus Suseno, Ketua EWS 302 kepada Radar Semarang.
Tahun ini, tim Undip akan mengirim tiga robot, yakni KRCI beroda, KRSI, dan KRI. Kemarin, Bagus dan belasan temannya sibuk menguji robot-robot yang yang mereka rancang. “KRCI beroda sudah lumayan, tapi gerakannya belum stabil. Tapi, kalau yang KRSI baru dirancang kakinya,” lanjut mahasiswa angkatan 2008 ini.
Meski kontes tingkat regional baru akan dilangsungkan bulan Mei mendatang, Bagus dan kawan-kawan tak mau menyia-nyiakan waktu. Bersama rekannya, ia menggunakan waktu liburan untuk trial. Bahkan, kadang-kadang mereka harus lembur sampai pagi. “Kalau waktu kuliah kita lenbur setiap malam, tapi karena sedang liburan ya kita manfaatkan waktu,” kata Huda Ilal Qiron, rekan Bagus.
Menurut Huda, yang dipercaya memimpin Divisi KRCI Beroda, ada sejumlah kesulitan yang membuat robotnya belum selesai, di antaranya kesulitan mencari komponen elektronik. Sebab, banyak komponen yang tidak tersedia di Semarang, dan harus didatangkan dari Surabaya dan Jakarta. “Kita pesan lewat internet supaya dikirim,” ucapnya.
Selain itu, mereka harus pintar-pintar mengatur anggaran, karena dana yang disediakan universitas terbatas. “Dari universitas ada, fakultas ada, jurusan juga ada, tapi kadang-kadang kami harus nomboki dulu, karena belum turun,” kata Bagus.
Selain robot kendaraan beroda pemadam api, Bagus dan rekan-rekan juga membuat robot seni. Sore kemarin, mereka sibuk merancang kaki. Bagian ini termasuk sulit. Kaki harus dibuat fleksibel supaya bisa menari mengikuti irama. Karena itu, telapak kaki, lutut, dan pinggang harus bisa digerakkan.
“Nanti kita pasangi sensor supaya bisa mendengar lagu. Gerakannya mengikuti lagu. Kalau juri mematikan lagu, robot harus berhenti,” jelas Bayu Gigih Prasetyo, Ketua Divisi KRSI.
Supaya bisa merespons musik, Bayu memasang tiga sensor dalam tubuh robot itu. “Sensor keseimbangan, suara sama garis,” katanya.
Nyaris sama, tim robot Politeknik Negeri Semarang (Polines) juga sedang ngebut. Sore kemarin, mereka sibuk membuat lintasan robot beroda di halaman belakang markas mereka, Kampus Tembalang. Mereka akan mengirim KRCI beroda dan berkaki, serta KRI. “Yang beroda namanya Polivolution,” kata Tofik Budianto, Wakil Ketua UKM Pengembangan Pengetahuan Polines. “Nama Pali kami ambil dari nama lembaga ini, kalau revolution itu harapan supaya kami bisa terus lebih baik,” ujarnya.
Bagi Tofik, merancang robot bukan pekerjaan ringan. Ia dan rekan-rekannya harus menempuh proses panjang. Jauh hari sebelum trial, ia harus mengajukan rancangan dalam bentuk proposal. Setelah dinyatakan lolos, ia ngebut mencari referensi dan belanja komponen. “Kompenen elektornik harus kami indent dari Surabaya. Kalau alat mekanik seperti motor sih di Semarang ada,” katanya.
Pekerjaan berlanjut. Mereka harus membangun robot sesuai rancangan. Tapi karena kadang-kadang menemui kesulitan, robot harus berkali-kali direvisi. “Kadang bentuk jadinya sudah agak jauh dengan rancangan awal di proposal,” katanya. Kadang Tofik harus memburu referensi dari luar negeri. “Videonya bisa kami cari di Youtube,” tambahnya.
Baik Tofik maupun Bagus tidak memasang target muluk-muluk. Mereka berharap salah satu robotnya bisa sampai ke tingkat nasional, syukur-syukur bisa jadi juara.
Namun perjalanan ke sana diprediksi tidak akan mudah. Sebab, mereka harus mengalahkan tim kuat UGM yang selama ini dominan. Tahun lalu, tim UGM berhasil menggondol juara di dua nomor sekaligus, yakni KRCI beroda dan KRI. “Tapi saya optimistis saja,” kata Tofik bersemangat.
Selain Undip dan Polines, sejumlah perguruan tinggi di Semarang juga dinyatakan lolos. Mereka akan bertanding pada kontes tingkat regional III. Mereka antara lain Unnes, Unissula, Unika Soegijapranata, dan Udinus.
Monday, 28 February 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment