Saturday, 15 September 2012

Jual Pulsa, Sekaligus Kampanye

SAYA tergelitik membaca tulisan Saudara Heni Purwono, Ikan Politik dan Jualan Pulsa, pada Suara Warga beberapa waktu lalu. Dalam tulisan tersebut, Saudara Heni mengatakan iklan politik seperti iklan pulsa; menawarkan berbagai kemudahan tapi banyak syarat. Saya justru menemukan fakta lain, bahwa calon anggota legislatif ternyata bisa memasang iklan politik sekaligus berjualan pulsa.

Hj. Rosmini adalah adalah calon anggota DPRD Kota Semarang dari partai Golkar dengan nomor urut 3. Dalam baliho yang terpasang di tepi jalan Mercu Buana Semarang ia mengumumkan pencalonannya sekaligus memasang iklan pulsa. Tentu saja selain menghimbau untuk memilihnya opada pemilu mendatang,  Hj. Rosmini juga mengumumkan iklan pulsa; sedia kartu perdana, voucher elektrik dan fisik. Tak hanya itu, iklan ini juga digunakan untuk mengiklankan jasa pengurusan perpanjangan STNK. Benar-benar serba guna.

Di bagian lain kota Semarang, Jl. Kokrosono, Supriyadi, calon anggota legislatif dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), memanfaatkan lapak pedagang untuk berkampanye. Ia memberikan baliho bergambar dirinya agar digunakan sebagai penutup warung. Padagang tentu senang saja karena mendapat penutup lapak gratis.

Setelah Mahkamah Konstutusi membatalkan Pasal 214 Undang-undang Nomor 10 tahun 2008, pemilihan anggota legislatif dilakukan dengan suara terbanyak. Ini berarti masing-masing calon harus bertarung all aut untuk meraih dukungan suara. Keputusan MK ini membangkitkan kembali semangat calon-calon nomor bawah untuk berkampanye karena kesempatan kembali terbuka. Berbagai model kampanye dilakukan para caleg untuk mendekati konstituennya.

Salah satu orang yang mengajukan ijo materi pasal 214 undang-undang tersebut adalah Muhammad Sholeh. Seperti yang diberitakan Majalah Tempo 4 Januari, ia adalah aktivis PDIP di Surabya. Sholeh sendiri hanya nomor tujuh pada daftar calon anggota Dewan Perwakilan Daerah jawa Timur dari Partai Moncong Putih itu. namun ketika ia mengajukan uji materi namanya dicoret dari daftar calon anggota legislatif.

Perjuangan M. Sholeh mendapat apresiasi tinggi dari rekan-rekannya sesama calon anggota Dewan, terutama yang berada di nomor besar. Tapi bagi Hj. Rosmini yang bertengger di nomor urut 3, keputusan MK ini bisa merugikan.  Ia harus bersaing secara fair dengan caleg lain karena partai yang mencalonkannya tidak bisa mengintervensi siapa yang harus lolos. Apalagi tidak banyak caleg perempuan yang memiliki anggaran cukup untuk menyaingi rival lawan jenisnya.

Anggaran untuk iklan dan kampanye menjadi sangat penting ketika pemilu menggunakan sistem suara terbanyak. Masing-masing caleg, entah laki-laki atau perempuan, harus menyusun kekuatan individu secara all out untuk menghimpun dukungan. Mesin politik partai tidak akan banyak membantu karena sistem ini mengutamakan persaingan personal. Bahkan caleg yang namanya terlanjur berada di nomor urut kecil tak akan diuntungkan jika kampanyenya tidak dilakukan dengan efektif. Sedangkan kampanye saat ini, mau tidak mau, harus didukung oleh dana yang besar.

Kompetisi pencalegan yang ketat memberi kesempatan luas bagi perempuan yang memiliki cukup banyak uang. Di sisi lain, kaum intelektual terpinggirkan kesempatannya jika tidak didukung anggaran yang memadai. Sedangkan untuk menggalang dana dari pihak luar, rasanya tidak mungkin saat ini. Barangkali karena itulah baliho seperti yang dipasang Hj. Rosmini dan Supriyadi bermunculan.


Surahmat, pegiat Komunitas Nawaksara Banjarnegara

No comments:

Post a Comment