Wednesday 19 December 2012

Penelitian Mahasiswa, Apa Hasilnya?

MESKI setiap tahun Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) menggelontorkan uang puluhan milyar untuk membiayai Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), hingga saat ini jarang sekali produk inovatif yang lahir. Banyak penelitian yang dilakukan mahasiswa hanya berakhir sebagai laporan.


Menurut Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan Universitas Negeri Semarang (Unnes) Masrukhi, hal itu karena tidak setiap PKM bisa menghasilkan produk. “Ada empat jenis PKM, yaitu PKM Penelitian, PKM Teknologi, PKM Kewirausahaan, dan PKM Pengabdian Masyarakat,” terangnya, Jumat (2/10). “Hanya PKM Kewirausahaan dan Teknologi saja yang bisa menghasilkan produk berupa barang. Sedangkan sisanya memang hanya laporan.

Selain itu, Masrukhi mengakui ada mindset tentang penelitian yang keliru berkembang di kalangan mahasiswa. Sebab, ada oknum mahasiswa yang mengajukan proposal hanya untuk mendapatkan uang penelitian. “Menurut saya wajar, selain mendapat poin (artinya nilai plus keilmuan) mereka juga menginginkan koin (uang), tapi tidak tepat.” ungkapnya.

Pada tahun 2008 Unnes mengirim lebih dari 900 proposal PKM, 228 diantaranya didanai Dikti. Tahun 2009 proposal yang dikirm meningkat drastis mencapai 1.643, terbanyak di Indonesia, 197 diantara didanai Dikti. Namun pada penyelenggaraan Pekan Ilmiah Mahasiswa nasional (Pimnas) 2009 di Universitas Brawijaya hanya satu penelitian yang meraih medali emas.

Berbeda dengan Masrukhi, pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan Universitas Diponegoro (Undip) Sukinta justru melihat kecilnya reward yang mempengaruhi aktifitas penelitian mahasiswa. Proposal PKM yang lolos setelah disaring Dikti hanya diberi uang maksimal Rp. 6 juta dan Rp. 10 juta khusus PKM Kewirausahaan, sehingga mahasiswa lebih memilih mengikuti prhram lain. “Di tempat lain, selain reward-nya besar, biasanya ada reward tambahan seperti beasiswa dan lain-lain,” terang Sukinta, Sabtu (3/10).

Namun Sukinta juga menekankan, PKM hanya sebagaian kecil dari aktivitas penelitian mahasiswa. “Di Undip, selain PKM ada beragam kegiatan penelitian, baik intra maupun ekxtrakurikuler,” ucapnya. Karena itulah, saat ini pihaknya sedang merumuskan kesepakatan supaya aktivitas penelitian, baik PKM maupun penelitian lain, bisa menggantikan tugas akhir. Mahasiswa yang menang di Pimnas bisa lulus meski tidak membuat skripsi. “Asal relevan dengan bidang ilmu yang ditekuni.”

Reward akademis tersebut menurut Sukinta sangat layak diberikan karena PKM justru lebih berat dari skripsi. “Selain dipacu waktu, hasil penelitian juga diuji oleh para pakar.” Sukinta merencanakan aturan itu bisa mulai diterapkan tahun 2010 nanti. “Kami sudah berkoordinasi dan semuanya sepakat.”



Disayangkan

Baik Masrukhi maupun Sukinta menyayangkan jika penelitian mahasiswa hanya berakhir menjadi laporan. Karena itulah, supaya penelitian yang dilakukan mahasiswa lebih dihasilkan lebih berkualitas Masrukhi menyarankan pembinaan yang lebih intensif dari para dosen. “Harus ada monitoring,” ungkapnya. Monitoring diperlukan supaya penelitiaan mahasiswa lebih berkualitas.

Selain itu, lanjut Masrukhi, supaya penelitian mahasiswa lebih berkualitas perlu kompetisi lokal di tingkat universitas. Sebelum proposal PKM dikirim ke Dikti, mahasiswa harus mempresentasikan idenya. “Dengan begitu, baik dosen maupun mahasiswa lain bisa memberi masukan konstruktif,” tegasnya.

Senada dengan itu, Sukinta menyarankan pihak universitas supaya rutin menyelenggarakan workshop. Mahasiswa dibimbing dan diarahkan untuk  melakukan penelitian yang berkualitas. Ia juga menyarankan supaya dosen berperan lebih besar.  “Meski banyak dosen yang saat ini hanya terlibat secara formal saja, tapi kan ada dosen yang benar-benar membimbing, dari penelitian hingga presentasi,” lanjutnya.

Meski produk inovatif yang lahir dari PKM belum terlalu memuaskan, menurut Masrukhi masyarakat  perlu memberi apresiasi kepada mahasiswa yang benar-benar berhasil merelaisasikan penelitiannya. Sebab, meksi sedikit, sejumah mahasiswa terbukti berhasil membuat produk inovatif. “Misalnya, di Unnes sekarang ada Micor Car dan Torakur (tomat rasa kurma) yang lahir dari Program Kreativitas Mahasiswa.”

Penghargaan juga disampaikan Sukinta, sebab beberapa mahasiswanya juga berhasil merealisasikan programnya. “Yang terakhir mahasiswa Undip sudah menjalankan program pengabdian masyarakat pemanfaatan enceng gondok di Rawapening,” lanjut Sukinta.

Produk inovatif juga beberapa kali dihasilkan Unite Kegiatan Mahasiswa (UKM) Rekayasa Iptek (Riptek) Unnes. Ketua Riptek Putik Pribadi, Selasa (6/10), menuturkan selama keikutsertaannya dalam PKM organisasinya banyak menghasilkan produk teknologi. Putik mencontohkan, ayunan yang bisa mendeteksi tangis bayi, briket dari serbuk gergaji, pupuk jemparing, dan kos paper magazine. “Sebagian besar lahir melalui program PKM,” lanjut Putik.

Riptek Unnes adalah unit kegiatan mahasiswa yang menampung kegiatan mahasiswa di bidang rekayasa teknologi. Sejak berdiri, Riptek bisa dikatakan menjadi motor kegiatan penelitian di Unnes. Sebagian besar anggotanya pernah melakukan penelitian, sebagian besar di bidang teknologi. Pada 13 Mei lalu Divisi Robotika Riptek bahkan pernah meraih juara 3 dalam Kontes Robot Cerdas Departemen Pengembangan Teknologi Indonesia (KRCI) tingkat regional 3 yang dilaksanakan di Graha Sabha Pramana Universitas Gajah Mada.

Selain persoalan ide, untuk mencipyakan sebuah produk, mahasiswa juga terkendala paten. Diakui Masrukhi, untuk mendapatkan hak paten, lembaga harus membayar Rp. 3 juta tiap usulan. Ini akan memberatkan jika lembaga harus mengusulkan dalam jumlah banyak. “Kalau 20 misalnya, kita harus keluarkan enam puluh juta,” ungkapnya.

Meski demikian, persoalan dana sebenarnya bisa diatasi, terlebih oleh lembaga sebsar Unnes dan Undip. Karena itulah, menurut Sukinta persoalan terbesar bukan lah dana. “Meski sudah banyak HAKI center, banyak mahasiswa yang tidak tahu prosedur pematenan,” ungkapnya. Selain itu, banyak ide yang tidak orisinil karena hanya merevisi penelitian-penelitian sebelumnya. “Kalau begitu kan tidak bisa dipatenkan,” pungkas Sukinta.

Rahmat Petuguran

No comments:

Post a Comment