Pertengahan
Oktober 2016 lalu aku dan istri mengunjungi keluarga di Banjarnegara. Kami
berniat bayar pajak kendaraan, tentu saja selain bertemu keluarga.
Dari Petuguran, aku
dan istri berangkat ke kota pukul 10. Kami harus menunggu keponakan kami, Adam Nurohmat
(6 tahun) yang sedang sekolah. Kami memang berencana mengajaknya, mampir ke
TRSM Serulingmas untuk renang, sekalian jalan-jalan dan membeli CD Ultramen
kesukaannya.
Belum kelar
urusan kami di Samsat, Samsat tutup karena karyawan istirahat untuk salat
Jumat. Saat itu hujan mulai turun, cukup deras.
Aku berencana
mencari masjid terdekat. Satpam menunjukkan, masjid terdekat ada di sebelah
barat, sekitar 500 meter. Karena waktu salat Jumat hampir habis, aku bergegas
ke masjid meskipun hujan masih cukup lebat. Kami tak bawa mantel.
Adam kuminta
menunggu di kantor samsat degan istriku. Tapi dia tidak mau. Dia pengin ikut ke
masjid.
Maka, aku
lepaskan jaket parasutku agar dia pakai. Kemudian dia kugendong. Dengan begitu
kami tidak terlalu basah.
Tapi ternyata jarak
ke masjid cukup jauh. Meski berlindung dengan jaket, saya dan Adam tetap basah.
Kepala saya tidak terlindungi jaket. Tapi karena sudah telanjur lari, kami
lanjut saja menuju masjid.
Dari atas
gendongan Adam tampaknya melihat kalau kepalaku basah kuyup. Dia kemudian
menggunakan tangannya untuk menutupi kepalaku. Mungkin maksudnya supaya tidak
semakin basah. Tapi tentu saja tangan kecilnya tidak bisa menutupi seluruh kepalaku,
tetap saja basah.
Tapi bukan itu
yang terpenting. Yang terpenting, saat itu aku merasakan Adam begitu sayang
kepadaku. Dia punya inisiatif menggunakan tangannya untuk melindungiku dari
hujan. Dia melindungiku semampunya. Begitu pula aku: akan melindunginya
semampuku.
“Anak baik, semoga
kau selalu sehat. Tumbuhlah menjadi orang baik,” batinku sambil terus lari di
bawah rintik hujan.
No comments:
Post a Comment