Wednesday 13 January 2010

Mempertanyakan Kelanjutan Pembangunan Terminal

Salah satu persiapan penting menyambut musim mudik adalah sarana transportasi. Tidak hanya angkutan dan jalan, terminal sebagai tempat menaik-turunkan penumpang juga perlu mendapat perhatian. Jika kondisi terminal baik diharapkan perjalanan mudik menjadi lebih aman, nyaman, dan efektif. Sayangnya, bagi masyarakat Banjarnegara, impian memiliki terminal yang representatif belum dapat diwujudkan karena proyek pembangunan terminal baru justru mangkrak.
Meski pembangunan terminal telah dimulai sejak 2003 masih banyak pekerjaan tersisa. Sejumlah fasilitas belum tersedia, seperti mushala, kantin, ruang istirahat sopir, ruang genset, bengkel, Pos TPR, bangunan atap naik turun penumpang angkot, bangunan atap pejalan kaki, infrastruktur, instalasi air bersih dan drainase, serta mekanikal elektrikal.
Pemkab Banjarnegara sepertinya terburu-buru memulai pembangunan, tanpa memperhitungkan back up dana secara detail. Saat pembangunan dimulai mestinya Pemkab telah memperkirakan total biaya yang diperlukan. Dari perkiraan tersebut Pemkab kemudian mencari berbagai sumber dana, baik APBD maupun non-APBD. Namun nyatanya, meski hanya memiliki Rp 8 milyar dari Rp 14,3 miliar yang diperlukan Pemkab memberanikan diri memulai proyek. Akibatnya, pembangunan terhenti.
Selain terburu-buru, kebutuhan terminal kota memang sudah sangat mendesak. Sejak pasar kota dibangun, Banjarnegara tidak memiliki terminal sebagai pusat kegiatan transportasi massal. Sedangkan terminal antarkota yang terletak di Jalan Dipayudha dirasa kurang representatif. Selain tidak mampu menampung banyak kendaraan terminal tersebut jauh dari pusat pasar.
Mengingat proyek Pemkab yang tertunda tidak hanya terjadi kali ini kita patut mempertanyakan manajemen keuangan daerah. Sikap skeptis ini bukan sesuatu yang haram kita muculkan karena menyangkut kepentingan publik. Apalagi uang yang dikelola merupakan milik masyarakat. Baik DPRD, LSM, Ormas, maupun masyarakat awam berhak mendapatkan penjelasan.
Kenyataan di lapangan membuat masyarakat menduga keuangan daerah tidak ditangani secara profesional. Sebab sangat tidak logis sebuah proyek terhenti karena kekurangan dana. Mestinya, jika sebuah proyek membutuhkan dana besar, anggaran dirancang secara berkesinambungan tiap tahun anggaran. Dengan begitu pembangunan tidak mandek meski baru bisa diselesaikan dalam dua atau tiga tahun anggaran.
Sikap skeptis juga perlu ditunjukkan karena anggaran terminal bisa mengganggu alokasi anggaran untuk pos lain. Pada tahun 2007 anggaran untuk masyarakaat miskin mencapai 6 milyar namun diturunkan menjadi 2,36 milyar pada tahun berikutnya. Pengurangan anggaran untuk masyarakat miskin ini ditengarai karena sebagian dananya terserap untuk membiayai terminal. Ke depan, bukan tidak mungkin alokasi anggaran dari pos lain juga akan dikurangi.
Proyek yang mangkrak di Banjarnegara juga pernah terjadi pada pembangunan Pasar Kota. Saat itu, pembangunan dikerjakan oleh PT Pilar Baja Utama dengan nilai Rp 23 miliar. Namun, setelah Surat Perjanjian Kerja sama (SPK) ditandatangi pada 11 Oktober 2004 kontraktor tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya karena mengaku kehabisan dana.
Melalui proses yang panjang Pemkab kemudian melimpahkan proyek kepada PT Ina Hasta Mandiri dengan nilai kontrak Rp 24,1 miliar. Namun, kontraktor ini juga mogok dan di-PHK pada 1 Februari 2006. Saat itu aktivitas pembangunan terhenti karena pada Oktober 2005 terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mengakibatkan kenaikan harga material.
Pembangunan Pasar Kota kemudian dilanjutkan oleh kontraktor ketiga, PT Sinar Sentosa Perkasa, setelah mengalami penyesuaian anggaran menjadi Rp 27,8 miliar. Oleh PT Sinar Sentosa Perkasa sisa pekerjaan dikebut dan diresmikan penggunaannya pada 23 Agustus 2006.

Kerusakan
Proyek terminal yang mangkrak mengakibatkan penataan angkutan di sekitaar Pasar Kota kian semrawut. Selama ini sejumlah angkutan parkir di depan pasar dan ruas jalan antara Pasar Kota dan Pasar Salak karena tidak memiliki terminal. Kondisi ini menimbulkan ketidaknyaman pengguna jalan dan pemilik toko di sekitar jalan tersebut.
Mangkraknya proyek terminal juga sangat disayangkan karena material bisa mengalami depresiasi (penyusutan), baik secarakauntitatif maupun kualitatif. Hal ini sangat mungkin terjadi jika aset mengalami kerusakan sehingga nilai gunanya berkurang. Selain kerusakan alami, mataerial di sekitar proyek juga rentan dirusak tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab.
Depresiasi dapat diamati pada sejumlah material, antara lain kerusakan fasilitas, seperti kios, aspal, dan material yang belum terpasang. Sejumlah kios yang telah dibangun di sekitar terminal tampak tak terpelihara, aspal mulai rusak, sedangkan material mentah yang belum terpasang terancam hilang. Kerusakan di sekitar proyek bisa semakin besar karena selama ini lokasi proyek digunakan untuk berbagai kegiatan, termasuk area bermain masyarakat dan latihan road race.
Mengingat kebutuhan masyarakat semakin mendesak terminal harus segera diselesaikan. Untuk mengakali kekurangan dana pemerintah tidak bisa terus menerus mengandalkan APBD Kabupaaten. Untuk menyulam kekurangan itu Pemkab perlu manjajaki berbagai kemungkinan, antara lain meminjam dana kepada Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Pusat. Selain itu, pemerintaah juga perlu menjajaki kemungkinan kerja saama dengan investor.
Ke depan, agar proyek pembangunan tidak terhenti di tengah jalan Pemkab perlu cermat membuat skala prioritas kebutuhan. Mengingat PAD Banjaarnegara tidak terlalu besar, proyek besar mestinya tidak dijalankaan secara bersamaan. Misalnya, karena masyarakat lebih memerlukan terminal, pembangunan stadion sebaiknya ditunda. Selama ini Pemkab dinilai kurang tepat menyusun skala prioritas karena menjalankan pembangunan terminal, pasar salak, dan stadion pada waktu bersamaan.

Surahmat
Pegiat Komunitas Nawaksara Banjarnegara

No comments:

Post a Comment