Kata memimpin bagi saya adalah akronim dari kata melayani, melindungi dan memberdayakan. To serve, to protect, dan to empowering. Ketiga tugas utama itu menuntut pemimpin harus kuat, cerdas dan memiliki komitmen tinggi. Hanya pemuda yang sehat dan kuat yang bisa mengubah China menjadi negara adidaya, kata Mao Tse Tung.
Krisis kepemimpinan adalah bencana bagi rakyat semesta. Apalagi jika sebuah komunitas dipimpin oleh pemimpin yang lambat. Dan itu yang saya rasakan setidaknya dalam enam tahun ini. Pemimpin republik ini hanya pintar menata kata-kata dan gesture saat berpidato. Ia mengatur kemiringan sungging bibir dan tinggi lambaian saat berpidato namun tidak tanggap menyikapi persoalan.
Kita tidak bisa melupakan sejarah perjuangan bangsa, tapi kita juga tidak bolah lupa bahwa republic ini diproklamsikan akibat pikiran cepat Sukarni dan kawan-kawan. Tokoh muda itu menginginkan Indonesia lekas memproklamsikan diri sebab pada masa itu Jepang tergusur semnatar Sekutu belum sempat kembali. Proklamasi harus segera dibacakan sebelum ada kekuatan asing yangberusaha membenamkan kekuasaannya di negeri ini.
Untung saja Sukarni dan kawan-kawan nekat menculik Sokarno ke rengadengklok dna mendesak sang prklamator segera mengumumkan kemerdekaan Indonesia. jika pada tanggal 17 Agustus kita tidak merdeka, sekarang pun barangkali tidak. Bisa jadi 18 AGUSTUS Belanda datang dan mengausai negeri ni. Berpikir cepat sangat diperlukan mengingat segala hal yang ada I dunia ini bersifat dinamis.
Pada pemilihan presiden 2004 saya termasuk yang memilih SBY sebagai presiden. Ketika menancapkan paku di gambar wajhanya saya berdoa, “ Ya TUhan, semoga pilihan saya adalah tepat. Berikan yang terbaik bagi bangsa dan negara ini.” awalnya saya optimis, Sanga Jenderal yang pernah menajdi Mentamben dan Menkopolhukam mampu membawa Indonesia ada masa depan yang lebih baik.
Hari berganti. Pada pemiliahn Presdien tahun 2009 saya memtuskan tidak memilih. Dan say merasa beruntung karena saya tidak memiliki beban mental karena harus mempertanggungjawabkan kepemimpinan yang lambat. Artinya pula, saya tidak punya tanggungjawab moral atas kelalaian yang ditimbulkan oleh pemerintahan yang tambun namun lambat.
Senadianya saya dipilih rakyat menajdi presiden saya akan sesegera mungkin berpikir mengentaskan kemiskinan. Saya akan menyediakan lapangan kerja yang layak dan member kesempatan belajar kepada setiap anak-anak dna pemuda. Saya tidak akan menyempatkan menciptakan lagu kalaupun saya sangat ingin dikenal sebagai pemimpin yang lembut.
Tapi yang dilakukan presiden Indonesia saat ini justru sebaliknya. Ia menyuburkan ketidakefektifitasan dengan menggemukan birokrasi dan membuat peraturan yang njilmet. Ia membesarkan kantung mata dengan begadang menciptakan lagu dan nonotn film. Ia membuat reality show berjudul ‘seleksi calon menetri’ di kediamannya dengan mencipatakan berbagai kejutan dan dramatisasi. Itulah presiden.
Saya bisa terima jika presiden memang ingin memnajkan diri dengan menarik simpati sebanyak mungkin rakyat. Saya bisa terima jika sesekali presiden ingin dikagumi sebagai pemimpin yang bijak. Tapi saya tidak bisa terima jika dia berpikir dan bertindak lamban sehingga rakt harus menderita lebih lama.
Presiden yang baik adalah presiden yang berani mengatakan, ‘ya saya bertnggungjawab’. Tapi sekalipun kalimat itu tidak pernah saya dengar dari presiden saat ini. ia lebih sering mengucapkan kalimat “pemerintah akan bekerja keras mengatasi masalah itu.” Di lain waktu ia malah berucap, “biarkan mekanisme berjalan.” Akh, ucapan yang membuat saya tidak nyaman mendengarnya.
Senadaninya saya presiden, beberapa menit setelah terpilih saya akan sadar bahwa rakyat memilih saya supaya saya segera melakukan sesuatu. Rakyat memilih saya untuk bekerja. Rakyat memilih saya untuk menciptakan berbagai terobosan. Rakyat memilih saya untuk berpikir dan melakukan sesuatu. Karena itulah saya tidka akan mengatakan ‘biatrkan mekanismenya berjalan” seperti para pengecut yang ingin menghindari tanggungjawabnya.
Seandainya saya presiden, jabatan menteri tidak akan saya bagikan kepada kerbata atau tim sukses. Posisi menteri akan saya tawarkan kepada siapapun yang menginginkan dan merasa mampu menjalaninya. Ya, saya tawarkan kepada tukang becak, bocah kelas lima SD, atau guru besar yang melakukan penjiplakan sekalipun. Akan saya tawarkan kepada orang SIlam, Hindu, Budha, Kristen atau penganut aliran kepercayaan apapun.
Posisi menteri adalah posisi strategis dalam pemerintahan. Karena itulah saya tidak akan menyerahkannya kepada orang seperti Hatta Rajasa, Andi Mallarangeng, atau Sudi Silalahi. Mereka orang-orang yang senang berpikir birokratis dan membingungkan rakyat. Mereka senang mengatakan iya untuk hal yang sebenarrnya bisa iya bisa juga tidak hanya untuk menyenangkan atasan. Mereka orang yang suka mengatakan pemerintah telah berhasil meski jutaan rakyat masih saja miskin.
Akibat pemimpin yang lambat dan senang membagikan kekuasaan kepada kerbat Indoesia semkin tiak nyaman ditinggali. Pembangunan di kota terlihat berjalan pesat namun justru melahirkan banyak orang miksin. Pembangunan di desa sangat lamban sehingga warga desa mulai berpikir merantau ke kota.
Seandainya saya jadi presiden saya akan mempertaruhkan harga diri dan kehormatan saya bagi rakyat. Saya tidak akan peduli lagi dengan citra dan dukungan politik. Bahkan seandinya partai pengusng saya tiba-tiba berubah haluan menjadi oposan, saya akan tentang. Saya akan memcat bawahan yang terindikasi korup dan bekerja lamban. Kalaupun mereka kemudian menunutut dan memenjarakan saya itu tidak masalah, yang penting rakyat sejahtera.
Seandainya saya jadi presiden saya akan turun ke jalan menyambut para demonstran. Sya aakan mengglar tikkar di torotar mengajak mereka dialog. Tentu saja saya tidak akan pergi ke luar kota jika sekali waktu ada demontran ke istana. Kalaupun jawwalnya memang tabrakan, cukup wapres atau menteri saja yang datang, sedangkans aya lebih suka menemui para demonstran. Sebab mereka adalah rakyat saya, mereka adalah mjikan, karena itu mereka patut saya prioritaskan.
Saya sudah sangat pesimis dengan pemimpin yang lamban. Sedikit-sedikit ia membentuk panitia ad hoc hanya untuk menunjukkan perhatiannya terhadap sebuah persoalan. ia membentuk oanita ad hoc A ketiak ada kasus A muncul, dan membentuk panitai ad hic N ketika kasus N mengemuka.
Satu hal lagi, jika saya jadi presiden saya akan biarkan siaiapun mengritik. Saya tidak akan meminta anggota DPR, seperti Ruhut Sitompul misalnya, untuk membela saya mati-matian. Jika ada rakyat yang menilai kerja saya buruk, saya akan memberi mereka kesempatan melakukan hal yang lebih baik bagi bangsa ini. “Jika Saudara merasa bisa melayani rakyat dengan lebih baik daripada saya, silakkan gantikan saya.”
Semarang, 13 Fabruari 2010
Saturday, 13 February 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment