Monday 1 February 2010

Menjaga Keluarga dari Flu Babi

Dua pekan terakhir masyarakat dibuat khawatir dengan pemberitaan tentang flu babi. Gencarnya pemberitaan media, selain mencerahkan juga memicu kekhawatiran. Bahkan bisa jadi, kekhawatiran itu berkembang menjadi ketakutan. Meski belum ditemukan kasus di Indoneia setiap orang perlu waspada melinungi diri dan keluarga. Seringkali orang meremehkan penyakit karena merasa telah aman. Disinilah ibu memgang peran penting menjadi penjaga gawang (keeper) kesehatan keluarga.

Dr. Anies (Suara Merdeka, 30/4) mengatakan flu babi adalah penyakit yang sangat mudah menular, baik pda sesama babi, unggas, maupun manuisa. Bahkan karena penularan sudah dapat terjadi antarmanusia, WHO menetapkan status flu babi pada pandemik fase ke lima. Penularan umumnya terjadi karena kontak langsung dengan penederita. Namun tidak tertutup kemungkinan penularan terjadi melalui lingkungan, udara, atau barang-barang tertentu.

Kesehatan keluarga diakui sebagai hal yang sangat penting dijaga. Namun nyatanya tidak setiap anggota keluarga memiliki kesadaran dan keterampilan menjaga kesehatan. Meski memiliki bakal pengetahuan memadai ayah umumnya tidak begitu memperhatikan kondisi detail kesehatan keluarga. Begitupun anak-anak, mereka seringkali tidak mau tahu berbagai kemungkinan yang mengancam kesehatan. Karena itulah ibu harus berperan optimal mengamati perkembangan kesehatan keluarga.

Ada beberapa hal yang perlu diketahui dan dilakuikan seorang ibu agar optimal menjaga kesehatan keluarga. Pertama, ibu perlu memiliki akses informasi yang cukup tentang berbagai penyakit. Karena flu babi terhitung baru di indonesia, literatur tentang penyakit ini memang belum banyak ditemukan. Umumnya informasi tentang penyakit ini hanya dapat diakses melalui berita baik di media cetak, elektronik, maupun internet. Padahal tidak semua kelurga memiliki tiga sumber informasi tersebut.

Untuk mengatasi keterbatasan infromasi, ibu perlu membaur, tukar kawruh dengan lingkungan, termasuk dengan menjalin komunikasi dengan ahli kesehetan di sekitar rumah. Informasi adalah senjata utama ibu agar mampu mengenali indikasi penularan sekaligus mengetahui pertolongan pertama. Keterbatasan informasi sering membuat ibu tidak tahu harus berbuat apa. Bahkan banyaknya korban flu burung dua tahun terakhir ditengarai karena keluarga tidak dapat mengidentifikasi penyakit secara dini.

Kedua, ibu wajib menjadi motor dalam usaha menjaga kebersihan lingkungan. Meski tidak harus melakukan pekerjaan bersih-bersih sendiri, ibu perlu mengingatkan keluarga untuk menjaga kesehatan diri dan lingkungan. Berbagai potensi penularan penyakit harus diminimalisir, antara lain dengan mengurangi kontak dengan binatang perantara penularan virus. Virus H1N1 yang menyebabkan pandemi flu babi dialporkan WHO telah mengalami transgenetik sehingga bisa menular melalui babi, unggas darat, unggas air, dan burung bermigrasi.

Ketiga, menghindari semua potensi flu babi, termasuk menghindari kunjungan ke negara-negara yang terkena virus ini. Selain di Meksiko, flu babi telah menjangkit di negara Amerika lain, termasuk Kanada dan Amerika. Sedangkan di kawasan selatan, penyakit itu telah ditemukan di Selandia Baru. Ada baiknya travel warbibf yang dikeluarkan pemerintah menjadi peringatan bagi kita.

Working Group ASEAN for One Health telah merilis spuluh langkah waspada tanggapflu babi. Selain tiga langkah di atas setiap penduduk diminta tetap waspada, mencuci tangan dengan sabun sesering mungkin, juga menggunakan penutup mulut dan hidung jika dirasa perlu. Meski cara ini membuat para ibu terkesan overpoktetif, langkah-langkah itu sangt dianjurkan.

Pemerintah dikabarkan telah menganggarkan dana hingga 38 milyar untuk mencegah flu babi masuk ke Indonesia. Berbagai langkah telah disiapkan, antar lain menjaga pintu masuk di bandara dan pelabuhan. Meski demikian, ancaman flu babi tak dapat dikatakan hilang. Penyakit itu harus menjadi kewaspadaan bersama. Antisipasi paling mendasar adalah mempersiapkan keluarga dari berbagai kemungkinan terburuk.

Upaya menjaga kesehatan lingkungan memang tidak dapat dilakukan sendiri oleh keluarga. bersama masyarakat ibu perlu membuat kesepakatan dan rencana kerja. Usaha yang dilakukan secara bersama-sama diyakini lebih efektif dan merata.

Angka kematian pada penderita flu babi memang tidak terlalu tinggi. Kasus kematian dilaporkan hanya 6 persen dari penederita, jauh lebih rendah dari flu burung yang mencapai 95 persen. Meski demikian keluarga tak boleh lengah. Sekecil apapun potensi penyakit harus dicegah dan diatasi demi keluarga, demi orang-orang yang kita cintai.

Surahmat

No comments:

Post a Comment