Ketika mencapai puncak karir sebagai penyanyi, bintang iklan, film dan sinetron, Krisdayanti sempat ‘dibaiat’ sebagai ikon kecantikan Indonesia. Sosoknya yang murah senyum, berperawakan sedang, dan pintar menyanyi mengokohkan KD sebagai pars prototo kecantikan. Akibatnya, banyak orang berpersepsi bahwa wanita Indonesia yang cantik harus seperti, atau setidaknya mendekati, Krisdayanti.
Pembentukan persepsi kecantikan kembali terjadi saat Dian Sastrowardoyo dikokohkan sebuah produk sabun mandi sebagai ikon kecantikan. Dian yang tinggi semampai, berambut lurus terurai, dan memiliki senyuman khas dianggap merepresentasikan kecantikan wanita Indonesia. Pengokohan Dian membuat persepsi kecantikan mengalami pergeseran, dari sosok seperti KD ke sosok lain bernama Dian Sastro. Padahal terdapat rentang yang cukup jauh antara karakter fisik KD dan Dian Sastro.
Pergeseran persepsi kecantikan tidak hanya terjadi saat itu. Jauh hari sebelum kedua wanita cantik itu muncul, persepsi cantik dalam masyarakat sudah beberapa kali terdestrukturalisasi. Pada tahun 60an misalnya, persepsi kecantikan lekat dengan karakter sosialita bernama Demi More. Sedangkan sekarang, setelah media habis-habis mengekspose Luna Maya, persepsi cantik dekat dengan gadis aslah Bali ini.
Hegemoni kecantikan Luna Maya bahkan dikukuhkan Changcuter melalui lagu I Love You Bibeh. Changcuters menggunakan Luna Maya sebagai simbol kecantikan dengan mengkontraskan wanita ini dengan buaya, hewan yang dari zaman ke zaman dipersepsikan jelek.
Persoalan Persepsi
Pergeseran persepi membuktikan bahwa kecantikan bukan konsep yang ajeg, melainkan dinamis. Oleh masyarakat, konsep kecantikan bisa diubah sesuai kebutuhan dan keinginan. Apalagi karena bersifat relatif, cantik juga tidak memiliki parameter. Konotasi cantik berarak mengikuti perkembangan zaman.
Cantik juga tidak dapat dipersepsikan tunggal karena bergantung pada selera. Antara entitas masyarakat yang satu dan masyarakat lain memiliki konsep cantik yeng berbeda. Bahkan sangat mungkin, konsep cantik dua kelompok masyarakat bertentangan karena perbedaan perspektif. Cantik bisa dilihat secara luaran (fisik), kerpibadian, atau menggabungkan keduanya.
Celakanya, konsep cantik selama ini seringkali terbentuk melalui stigma. Kesepakatan tentang karakter perempuan yang cantik tidak terbentuk melalui benturan persepsi antar anggota masyarakat melainkan pelabelan oleh pihak yang mampu menghegemoni masyarakat. Pemiliki modal, melalaui media yang dimiliki atau disewanya, bebas mengotak-atik konsep cantik sesuai kepentingan. Mereka memanfaatkan konsep bentukannya untuk tujuan indsutri.
Disinilah konsep kecantikan terletak di tengah persimpangan. Di satu sisi cantik adalah persepsi naluriah terhadap keindahan, di sisi lain cantik didikte oleh industri. Para pemilik modal saling berebut konsep cantik demi keuntungan finansial badan usahanya.
Menurut produsen shampoo, cantik adalah memiliki rambut tanpa ketombe. Bagi produsen pemutih kulit cantik adalah memiliki kulit putih mulus. Sedangkan bagi produsen obat pelangsing cantik adalah tubuh yang ramping. Melalui iklan yang disajikan secara sporadis masing-masing produsen berusaha menghegemoni konsep cantik sesuai keuntungan yang akan diterimanya.
Demikianlah persepsi kecantikan perempuan diobral demi kepentingan industri. Maka jika pada satu ketika industri menghendaki konsep lain, ‘cantik’ akan diubah dengan cepat. Publikasi yang bertubi-tubi akan menggeser persepsi cantik dengan mudah dalam waktu singkat.
Mitos dan Dongeng
Tidak hanya oleh iklan, pergeseran persepsi cantik juga dipengaruhi oleh mitos dalam masyarakat. Cerita-cerita mistis sengaja dibangun dan dilestarikan untuk melegitimasi konsep cantik sesuai kesepakatan. Tidak hanya melalui cerita, kecantikan versi mitos adakalanya juga dibangun dengan ancaman. Mitos melengkapi dirinya dengan sejumlah sanksi yang diancamkan pada pelanggarnya.
Dalam entitas kebudayaan Banyumas kuno misalnya, konsep wanita cantik lekat dengan kemampuan mengolah aren menjadi gula merah. Perempuan disebut cantik jika bisa menghasilkan gula merah yang bersih dan manis. Padahal secara skeptis diketahui konsep ini hanya digunakan untuk memotivasi ibu rumah tangga supaya bersungguh-sungguh membuat gula. Sebab, gula yang bersih dan manis laku dijual lebih mahal dibanding gula yang hitam.
Di kalangan masyarakat tradisional, mitos masih digunakan sebagai bagian pranata sosial. Sebuah konsep dimunculkan untuk mengarahkan perempuan supaya mematuhi aturan adat dan moral. Perempuan yang suka menentang dipersepsikan jelek, sedangkan perempuan patuh diapresiasi cantik. Toh, ucap Acep Iwan Saidi (2004), mitos tidak mempersoalkan isi ujaran, melainkan bagaimana sesuatu diujarkan.
Demikian pula pada dongeng. Tokoh perempuan protagonis selalu dipersepsikan sebagai perempuan cantik melalui karakterisasi. Ia dikisahkan baik hati, tidak sombong, cerdik, dan tangguh menghadapi cobaan.
Di Jawa, dongeng yang melegitimasi kecantikan tokoh perempuan terhitung banyak. Selain Nawangwulan, Roro Jonggrang, dan Bawang Putih, dikenal juga sosok Timun Mas. Meski berasal dari desa ia dianggap cantik karena cerdik menghadapi buto ijo sekaligus rela berkorban demi kepentingan khalayak. Ekspresi cantik dikonstruksi oleh keberanian, kecerdikan, dan keikhlasan.
Nyaris sama dengan iklan dan mitos, cantik versi dongeng juga tidak luput dari kepentingan. Labelisasi karakter bernai, cerdik, dan ikhlas pada tokoh dongeng digunakan penguasa untuk mengarahkan perempuan pada sifat-sifat tersebut. Perempuan dihegemoni dan dikendalikan.
Selama sifat yang distigmakan berada pada ranah netral tentu tidak masalah. Tapi ketika kecantikan tokoh dongeng disimpangkan untuk menguntungkan penguasa, tentu saja konsep ini harus ditolak karena subjektif dan tendensius.
Karena itulah, menyadari bahwa konsep kecantikan sangat dinamis, sangat bijak jika persepsi cantik didudukan kembali sebagai ekpresi terhadap keindahan. Penilaian cantik, kurang cantik, atau tidak cantik sebaiknya didasarkan pada naluri dan keinginan mengapresiasi keindahan. Tanpa stigmatisasi iklan dan legitimasi mitos, persesi seperti ini akan terasa lebih objektif, romantis dan ngewongke.
Surahmat
Pemimpin Umum BP2M Unnes
Pegiat Komunitas Nawaksara Banjarnegara
Friday, 5 March 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment