Monday, 19 April 2010

Sampah Pilkada Punya Siapa?


Ada kekhawatiran yang muncul dari tengah gegap gempita Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota (Pilwalkot) Semarang tahun 2010. Selain memanasnya suhu politik, perhelatan lima tahunan itu ditaksir akan menyisakan masalah lingkungan. Pasalnya, baliho iklan, alat peraga, dan berbagai poster yang tersebar kebanyakan terbuat dari bahan yang sulit terurai sehingga berpotensi menghasilkan sampah dalam jumlah besar. Karena itulah perlu digagas aturan supaya Pilwakot tidak menimbulkan masalah lingkungan.

Kekhawatiran munculnya sampah pasca-Pilwalkot sangat realistis karena kegiatan tersebut melibatkan pemilih dalam jumlah besar. Seluruh penduduk yang tersebar di 177 kelurahan yang memiliki hak pilih kan menggunakan hak pilihnya. Dana yang berputar, baik dari KPU maupun pasangan calon peserta Pilwalkot juga bisa mencapai milyaran rupiah. Akibatnya, di jalanan besar hingga gang-gang sempit mulai dapat ditemukan alat peraga dari KPU dan bakal calon.

Sampah adalah implikasi minor penyelenggaraaan pemilukada. Perhatian terhadap maslah rwlatif rendah karena tidak menjadi focus peserta dan penyelenggara. KPU tidak bersikap open karean tidak memiliki kewajiban mengelola sampah. Lembaga ini, baik secara moral maupun posedural, tidak memiliki kewajiban menanagani sampah.

Selama ini KPU tidak pernah menerbitkan aturan supaya masing-masing pasangan calon walikota menangani limbah kampanye. KPU hanya mewajibkan pasangan calon untuk mencopot atribut kampanye jika telah memasuki masa tenang. Aturan tersebut pun sering diabaikan karena pasangan calon umumnya tidak menaruh perhatian terhadap permasalahan seperti itu. Pada hari tenang pasangan calon walikota dan tim suksesnya justru sibuk ‘bergerilya’ dan mengkalkulasikan kemungkinan perolehan suara.

Sangat besar

Jika tidak ada perubahan pemilihan walikota dan wakil walikota Semarang akan diikuti empat pasangan, yakni M Farchan dengan pasangan yang belum dideklarasikan, Muhfud Ali-Anis, Hariani-Ari Purbono dan Seomarmo-Hendi. Meski masa kampanye baru dimulai 25 Maret masing-masing bakal calon telah menyebar berbagai poster untuk memperkenalkan diri. Mereka memasang baliho, stiker, pamflet dan poster yang umumnya terbuat dari bahan yang sulit terurai. Media kampanye digital melalui televisi dan internet hingga saat ini belum menjadi pilihan utama karena keterbacaannya dianggap rendah.

Melihat jumlah peserta yang akan memperebutkan kursi walikota dan wakil walikota Semarang, Pilwalkot Semarang jelas akan semarak. Apalagi melihat peta kekuatan masing-masing pasangan calon yang nyaris sama Pilwalkot akan gegap gempita. Masing-masing pasangan dipastikan tampil all out dengan mengerahkan segenap kekuatan untuk memenangi posisi Semarang-1.

Keriuhan Pilwakot akan menyebabakan produksi sampah semakin banyak. Jika setiap pasangan memasang 10 baliho di 177 kelurahan yang ada di kota Semarang sampah dari baliho mencapai 1770 lembar. Selain baliho, pasangan calon walikota dan wakil walikota biasanya juga memasang alat peraga lain, seperti spanduk, pamflet, dan stiker yang jika diakumulasikan jumlahnya mencapai ribuan lembar. Jumlah tersebut akan semakin besar jika diakumulasikan dengan media sosialisasi yang dipasang KPU.

Meski menggunakan bahan kain, spanduk juga berpotensi menimbulkan masalah lingkungan karena sulit terurai sekligus sulit di daur ulang. Kain bekas spanduk jarang diolah kembali menjadi produk tepat guna. Jika setiap pasangan memasang 20 spanduk di setiap kelurahan, setiap pasangan berarti telah menghabiskan 3540 lembar spanduk. Artinya, karena peserta Pilwalkot adalah empat pasang limbah dari spanduk saja mencapai 14160 lembar. Jumlah yang besar sekaligus memerlukan perhatian ekstra.

Daur Ulang
Media yang selama ini diguanakan kampanye oleh pasangan calon walikota-wakil walikota adalah MMT, kain dan kertas. Dari ketiga jenis bahan tersebut hanya kertas yang mudah ditangani karena dapat segera busuk atau didaur ulang. Sedangkan spanduk dan baliho dari MMT dan kain memerlukan penanganan khusus karena sulit terurai.

Secara garis besar plastik dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yakni plastik yang bersifat thermoplastic dan yang bersifat thermoset. Thermoplastic dapat dibentuk kembali dengan mudah dan diproses menjadi bentuk lain, sedangkan jenis thermoset bila telah mengeras tidak dapat dilunakkan kembali. Meski plastic yang digunakan sebagai baliho bersifat thermoplastic pabrik daur ulang masih jarang ditemukan.

Sampah plastik telah menjadi momok bagi lingkungan. Sebab, sampah plastik telah diklaim sulit terurai secara alami. Supaya terdegradasi secara sempurna plastik membutuhkan waktu sekitar 80 tahun.

Kesadaran terhadap bahaya lingkungan yang ditimbulkan plastic belum menggerakan masyarakat untuk mengurangi penggunaannya. Bagi masyarakat Indonesia penggunaan plastic hampir dapat ditemui di setiap aktivitas. Mulai belanja di warung makan, pembungkus makanan ringan, hingga packing produk kerajinan dipastikan menggunakan plastik. Bahaya plastic yang telah mengancam sejak lama akan semakin nyata jika Pilwalkot ikut menyumbangkan sampah.

Dalam kondisi seperti inilah KPU dan kontestan Pilawalkot dituntut kepeduliannya. Mestinya, di antara KPU dan peserta Pilwalkot dibuat kesepakatan mengenai mekanisme penenganan limbah sisa kampanye. Perlu dibuat aturan tertulis yang mengikat supaya masing-masing pasangan calon bertanggungjawab menangani limbah sisa kampanye yang mereka produksi.

Sebelum masa kampanye dimulai KPU Kota Semarang perlu mengawasi jumlah media kampanye yang diproduksi tim sukses masing-masing calon. Caranya, setiap tim sukses perlu melaporkan jumlah media kampanye yang diproduksi berdasarkan kategori waktu pembuatan, daerah penyebaran dan jenis bahan. Mereka juga perlu melaporkan rencana penanganan limbah sisa kampanye, apakah akan disimpan, disumbangkan kepada pihak lain, atau didaur ulang secara mandiri.

Jika disimpan tim sukses perlu menjelaskan di mana media tersebut akan disimpan dan akan digunakan untuk keperluan apa. Demikian pula jika disumbangkan dan didaur ulang, tim sukses harus melaporkan siapa penerimanya dan bagaimana peruntukkannya. Sedangkan jika akan didaur ulang, laporan tentang kapan sampah akan didaur ulang dan siapa pelaksananya juga tidak bisa dilupakan.

Pilwalkot adalah momentum perubahan. Pada saat itulah integritas kepemimpinan dan moral calon pemimpin diuji. Perhatian mereka terhadap persoalan limbah kampanye mampu merepresentasikan kepedulian mereka terhadap masyarakat. Jika pada masa kampanye saja mereka mengabaikan limbah yang dihasilkannya bagaimana jika sudah menjabat nanti?

Surahmat
Pegiat Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BP2M) Unnes
Tinggal di Semarang

No comments:

Post a Comment