Di balik perdebatan panjang tentang video porno yang melibatkan Ariel dan dua orang yang mirip Luna Maya dan Cut Tari, sebenarnya ada agenda yang juah lebih penting. Energi kepolisian sebaiknya digunakan untuk meredam akibat yang telah ditimbulkan. Perdebatan perlu dihentikan agar perhatian masyarakat fokus pada penyelesaian akibat yang ditimbulkan. Ekses negatif video tersebut harus mendapat penanganan supaya tidak terus menjalar, terutama pada anak-anak.
Meredam akibat patut menjadi prioritas karena akibat video mesum tidak hanya teridentifikasi melalui perilaku seksual agresif yang ditunjukkan seseorang, tetapi perubahan tingkah laku yang baru akan tercium dalam jangka waktu lama. Adegan suami istri yang terekam dalam video dikhawatirkan mengendapkan persepsi pada anak bahwa hal tersebut boleh dilakukan. Terlebih, tiga tokoh yang diduga terlibat telah dikenal publik, bahkan menjadi idola jutaan remaja.
Sejauh ini, guru bersama aparat kepolisian telah melakukan antisipasi dengan merazia telepon seluler siswa. Namun, usaha tersebut ternyata belum cukup. Alih-alih menghentikan dampak yang ditimbulkan, razia justru memasifkan peredaran video mesum tersebut. Langkah guru dan polisi sangat mungkin justru menjadi ajang sosialisasi yang memancing rasa penasaran siswa.
Akibat yang demikian besar juga terjadi karena kasus tersebut terus-menerus mendapat blow up media. Infotainment, yang dalam sehari tayang hingga belasan kali, terus memperbincangkan kasus ini. Sejumlah surat kabar daerah juga masih menjadikan kasus Ariel sebagai headline. Foto ketiga artis papan atas tersebut berulangkali muncul di halaman depan menjadi pepaes. Beruntung Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kemudian melayangkan himbauan supaya media tidak menayangkan gambar atau video adegan mesum itu meski hanya sebagian.
Tafsir Ganda
Perhatian media adalah keniscayaan karena kasus ini melibatkan pesohor. Namun yang paling menyita perhatian adalah perdebatan panjang yang melingkupi kasus ini. Agaknya ada penafsiran ganda oleh advokat, kepolisian, dan masyarakat mengenai pasal 4 undang-undang nomor 44 tahun 2008 tentang pornografi. Masing-masing pihak memiliki perspektif sendiri-sendiri sesuai kapasitas dan kepentingannya.
Pada pasal 4 undang-undang pronografi disebut, siapapun yang membuat, mengedarkan, atau memeperdagangkan materi pornografi diancam hukuman penjara paling lama 12 tahun. Ariel menjadi tersangka karena menjadi pelaku adegan mesum, namun belum tentu bersalah karena video tersebut adalah koleksi pribadi. Pengacara Ariel, OC Kaligis, menganggap, yang bersalah bukan pembuat, melainkan pengunggahnya. Ariel justru menjadi korban karena privasinya disebarluaskan.
Pandangan ini tentu saja berbeda dengan anggota masyarakat yang mengkhawatirkan akibat psikologis video pada anak-anak. Kaum ibu misalnya, bahkan sampai merasa perlu menggelar demonstrasi di Mabes Polri meminta Ariel, Luna, dan Tari segera ditahan. Mereka khawatir, jika pelaku adegan mesum tidak mendapat ganjaran, akan menginspirasi anak-anak muda lain. Hukuman perlu diberikan supaya pelaku jera dan orang lain harus perpikir ribuan kali untuk menirunya.
Cara pandang berbeda membuktikan ada berbagai kepentingan masyarakat di balik kasus ini. Masing-masing menuntut kepentingannya diakomodasi. Sayangnya, hukum belum mendapat kepastian. Hukum yang ditafsir ganda menyisakkan kekhawatiran di tengah ketidakpastian. Hukum belum mampu secara tangkas dan memastikan siapa yang bersalah sehingga segera dihukum dan siapa yang korban sehingga harus dilindungi.
Sikap Tegas
Karena itulah, diperlukan sikap tegas kepolisian supaya kasus ini tidak terus menerus menjadi tontonan. Sebagai pemegang otoritas di bidang penyidikan Kepolisian harus memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkentingan. Hukum harus mampu menjadi tempat berpulang setiap perdebatan. Tersangka perlu status yang jelas, sedangkan masyarakat perlu kepastian, setidaknya supaya dijadikan pelajaran.
Ada dua langkah yang dapat ditempuh agar kasus ini segera medapat titik terang. Pertama, kepolisian mempercepat penyelidikan untuk mengungkap pelaku adegan mesum dan pengunggahnya. Perhatian besar yang ditunjukkan masyarakat harus dimaknai sebagai himbauan supaya pengusutan kasus ini diprioritaskan. Kedua, tafsir ganda terhadap pasal 4 undang-undang nomor 44 harus segera dijawab. Polemik diakhiri agar hukum bisa menjawab setiap persoalan.
Surahmat
Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Unnes
Dari halaman Opini Wawasan, 29 Juni 2010
Thursday, 8 July 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment