Thursday, 8 March 2012

Xenia Maut, Kejujuran, dan Keberimbangan

KECELAKAAN parah di halte Tugu Tani Jakarta dengan cepat menjadi pemberitaan di berbagai media. Radio dan televisi belasan kali mengulangi tayangan berita tersebut, dengan berbagai perspektif, setidaknya dua hari setelah kejadian. Koran memberi halaman pertama dengan judul besar.
Ada yang keliru menyaksikan berita-berita itu ketika merk sebuah kendaraan dijadikan judul. Ya, judul beritanya adalah Xenia Maut. Bisa jadi, para pewarta ingin memberikan berita jujur dan detail dengan menyebut merk mobil yang dikendari. Namun, kejujuran itu justru mengakibatkan suasana berita menjadi tidak netral.
Mengapa harus menggunakan judul Xenia Maut? Bukankah sumber di kepolisian telah memberi keterangan kecelakaan terjadi lantara pengendara dalam pengaruh narkotika sehingga tidak bisa mengendalikan laju kendaraannya?
Mobil Xenia, yang diproduksi pabrikan Jepang Daihatsu, bukan aktor yang keliru. Lebih-lebih, polisi telah mengkonfirmasi bahwa rem kendaraan tersebut berfungsi baik. Mobil bukan pihak yang patut “dipersalahkan”. Karena itu, “Xenia Maut” adalah judul yang stigmatik.
Judul Xenia Maut telah membangun persepsi negatif pada merk tersebut. Jika istilah itu terus menerus dipublikasikan akan membangun persepsi publik bahwa tipe mobil ini tidak aman. Sekalipun mobil adalah benda mati, sebagai brand ia mewakili banyak orang. Ia mewakili pemegang merk, dealer, atau bahkan karyawan di pabrik perakitan.
Pada kondisi ini pewarta justru tidak bersikap netral.
Persoalan netralitas sikap pewarta perlu ditunjukan dalam relasi industrial. Pasal 2 kode etik jurnalistik AJI yang menyebut jurnalis harus berimbang tidak melalu ditempatkan pada tegangan antara dua pihak yang berkonflik. Jurnalis seharusnya juga bersikap netral pada dua pihak yang berkompetisi, tidak dengan mengunggulkan yang satu dengan melemahkan yang lain.
Persoalan “Xenia Maut” saya kira patut jadi bahan evaluasi bagi kawan-kawan jurnalis. Ambisi menyajikap berita dengan jujur tidak harus mengorbnakan keberimbangan. Perlu kejernihan supaya kejujuran tidak menjadi stigmatik.

No comments:

Post a Comment