Wednesday 26 September 2012

Pasang Baru, 3 Hari (Harus) Nyala!


"MANA bisa?" Itu tanggapan mayoritas karyawan PLN APJ Semarang saat MAPJ Mochamad Harmasto menginisiasi program bertajuk “Pasang Baru Tiga Hari Nyala”, awal tahun 2010 lalu. Itu ekspresi pesimis dan dianggap tidak masuk akal. Pasalnya, sejak dulu layanan pasang baru biasanya selesai sekitar seminggu.


Namun, berkat komunikasi manajamen dan jajaran karyawan, layanan itu terbukti bisa terlaksana beberapa bulan kemudian. Imbasnya,  daftar tunggu pasang baru yang menumpuk di UPJ-UPJ perlahan bisa dikurangi. Trust dari pelanggan terbangun. Pengalaman buruk menunggu pemasangan hingga berminggu-minggu, hilang.

“Pada akhir tahun 2009 ada sekitar 25.000 daftar tunggu pelanggan baru. Pada Oktober tahun 2010 angka itu berkurang setidaknya hingga 1.000,” kata Harmasto, pada Kamis siang (9/6) lalu di kantornya, Jalan Pemuda 93 Semarang
.
Kerja sama tim, menurut laki-laki kelahiran Surabaya 11 September 1968 ini, adalah kunci keberhasilan mengurangi tumpukan daftar tunggu itu. Ia mengaku tak mau menjadi single fighter sehingga berusaha menjalin komunikasi lebih intensif dengan bawahan. Caranya, Harmasto memperkenalkan Code of Conduct (CoC) bagi seluruh karyawan, dari manajer, asmen, hingga petugas cleaning servis.

Sebagai ritus harian, APJ Semarang membuat acara yang diberi nama Pandanaran, yakni pertemuan harian antarkaryawan sebelum bekerja. Di sinilah para karyawan dan para supervisor bertatap muka untuk merancang kerja sehari dan saling evaluasi kinerja sehari sebelumnya. Sesekali, selama Pandanaran itu pegawai meregangkan otot dengan nge-game atau membuat yel-yel.

Pertemuan serupa juga diselenggarakan setiap pekan melalui kegiatan bertajuk “Tugu Muda”. Bedanya, jika Pandanaran hanya melibatkan karyawan, dalam “Tugu Muda” para Asesor juga terlibat. Baru pada kegiatan “Simpang Lima”, manajer dan para asmen juga ikut turun. “Simpang Lima” diselengarakan sebulan sekali.

Sejak dimulai 22 April 2010 lalu, CoC punya dampak segnifikan terhadap peningkatan kinerja pegawai. Manajemen mencatat, angka keterlambatan yang pada awal program mencapai 63 persen pada Mei 2010 turun menjadi 28 persen pada Juni. Angka tersebut terus menurun menjadi 18 persen, 12 persen, 8 persen, dan 7 persen pad abulan-bulan berikutnya. Sebaliknya, angka tepat waktu pegawai naik, dari 8 persen pada Mei menjadi 56 persen pada Juni 2010, terus naik hingga mencapai 82 persen pada September tahun yang sama.

Tidak hanya itu, program Garang Asem, semacam kegiatan olahraga rutin yang dilaksanakan secara internal di APJ Semarang, telah menurunkan cost pengobatan Rp 507.559.243 dari tahun 2009 ke tahun 2010. Manfaat lebih besar yang diperoleh pegawai adalah kebugaran tubuh.

Bagi MAPJ Mochamad Harmasto, CoC hanya salah satu cara menghangatkan komunikasi dengan sesama anggota perusahaan. Menurutnya, anggota perusahaan adalah fondasi yang mendasari seluruh proses kerja, struktur, dan budaya (mindset) untuk menjalankan sistem bisnis untuk mencapai World Class Service (WCU) 2012. Tujuan akhirnya, tentu saja, supaya perusahaan bisa melaksanakan fungsi pelayanan yang handal kepada masyarakat.

Melalui CoC pula seluruh anggota perusahaan bersama-sama mengenali kultur perusahaan. Diharapkan, kultur SIPP (Saling percaya, Integritas, Peduli, dan Pembelajar) yang telah lama dijadikan headline kinerja perusahaan dapat terinternalisasi supaya anggota perusahaan bisa memahami peran masing-masing menjadi tim yang solid. Cara ini lebih Harmasto nilai jauh lebih efektif karena dilakukan dengan senang hati.

“Sudah tidak saatnya mengatur dan memearahi. COC punya visi mengajak karyawan meningkatkan kinerja dengan cara yang fun. Saya yakin setiap orang sebenarnya memiliki itikad untuk berbuat baik kok,” kata Harmasto, yang mengaku menjadikan Jalaludin Rakhmat sebagai guru komunikasinya.

Visualisasi Management
Tradisi lain yang APJ Semarang bangun adalah saling mengingatkan dan mengevaluasi. Merasa tak cukup saling evaluasi dalam ritus Pandanaran tiap pagi, karyawan APJ Semarang membuat visualisasi manajemen, yakni suatu alat bantu visual yang dapat mendeteksi secara cepat dan mudah bekerjanya suatu proses apakah normal atau tidak melalui tampilan status yang ditunjukannya. Maka tidak heran jika setiap ruang dalam kantor APJ Semarang pasti tertempel grafik perkembangan kinerja.

Bentuk visualisasi manajemen pun  tak terbatas pada grafik, tapi juga kanban cards, garis berwarna , signage (rambu-rambu), labeling/baner/logo , papan kontrol , papan informasi, gagets , (email/facebook/youtube) , dan checklists. Tidak hanya ruang kerja, anak tangga di kantor APJ tak luput dijadikan sarana sosialisasi. Caranya, setiap anak tangga dipasangi prediksi losses yang mengingatkan pagawai bahwa jalan kaki lebih menyehatkan.

Visualisasi manajemen mendapat perhatian tersendiri bagi MAJP Harmasto. “Langkah sederhana” itu, menurut alumni Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB) 1991 ini punya peran bagus meningkatkan tiga aspek pelayanan menuju WCS, yakni Tampilan, Kinerja, dan Perilaku (TKP). Karena itu, papan visualisasi manajemen juga ia pasang di SBB supaya diketahui masyarakat luas.

Humanis
Sebagai MAPJ Harmasti menyadari, salah satu pendekatan meningkatkan kinerja adalah membangun human capacity. Maka, filosofi baru yang APJ Semarang usung adalah kinerja manusia untuk manusia. Sebagai bagian dari perusahaan besar penyedia energi listrik, APJ Semarang juga memperhatikan aspek kemanusiaan dalam memberi pelayanan.

Kepuasaan pelanggan tidak cukup diraih dengan menyediakan jaringan yang handal, tetapi juga pelayanan ekstra. Call back misalnya, layanan yang berusaha mengakomodasi keluhan pelanggan dengan menanyakan pelayanan yang telah diberikan, sudah dirancang.

“Primsipnya, yang bekerja adalah manusia dengan manusia. Sistem hanya pola yang dibuat manusia manusia tadi. Nah bagimana menggerakan manuisa-manusia tadi menuju arah tujuan yang sama? Setiap orang pasti memiliki keinginan berbuat baik,” kata Harmasto.

Dalam memberi motivasi pegawai, pandangan humanis seperti itu pun terus-menerus dilakukan. APJ Semarang antara lain membuat prorgam Quck Win yang berarti menang dengan cepat.

“Ini penting untuk membangun trust dari pelanggan. Dulu, calon pelanggan baru berasumsi bahwa mendaftar menjadi pelanggan baru pasti lama, harus antri, baru beberapa bulan bisa nyala. Dengan Quick Win, terbukti pasang baru tiga hari bisa nyala,” kata Harmasto.

Selain pelanggan baru tiga hari nyala, APJ Semarang membuat komitmen meningkatkan kinerja palayanan gangguan. Perusahaan telah membuat tagline 3-45-9 yang berlaku bagi setiap APJ. Pertama, setiap pemadaman baik karena perbaikan maupun karena kerusakan tidak lebih dari tiga jam. Kedua, petugas memberikan tindakan setelah 45 menit laporan, tentu saja jika kondisi medan di lapangan tidak benar-benar ekstrim. Ketiga, menekan frekuensi gangguan dalam satu tahun supaya tidak lebih dari 9 kali gangguan pemadaman.

Mewujudkan pelayanan seperti itu diakui APJ Semarang tidak semudah membalikan telapak tangan. Karena itu APJ terus mengawal penyulang supaya gangguan bisa berkurang. Pasalnya, penyulang menjadi salah satu titik paling rawan yang menyebabkan gangguan.

Dari 100 penyulang, tahun 2009 lalu terjadi gangguan hingga 1300 gangguan. Tahun 2010 gangguan tersebut diturunkan menjadi 1.107. Artinya, setiap penyulang rata-rata mengalami gangguan 10 kali dalam setahun atau sekitar sekali sebulan. Namun hasil ini saja belumlah cukup. Tahun depan APJ Semarang menargetkan gangguan hanya 5 kali/penyulang/tahun.

“Jadi dari angka 1.107 itu, kita harus tekan ke angka 550-an tahun 2011. Tahun depan harus lebih kecil lagi,” kata Harmasto.

Pencapaian Kinerja
CoC yang diawali comitment buliding di Magelang tahun 2010 lalu telah menunjukkan manfaat besar bagi kinerja perusahaan. Pengaruh tersebut dapat dilihat dari pencapain kinerja APJ Semarang selama 2010.  Pada periode Juli hingga Oktober saja, APJ Semarang melayani 17.029 pemasangan baru.

Inilah yang membuat target satu juta pasang baru yang dibebankan PLN Pusat tidak tercapai bukan lantaran kinerja rendah, tapi karena daftar tunggu pemasang baru sudah diselesaikan sebelum instruksi program ini turun.

“Mau pasang apa lagi? Sebagian besar daftar tunggu sudah kami selesaikan. Tahun depan pun kayaknya akan seperti itu berkat pasang baru tiga hari nyala,” kata Harmasto.

Dilihat dari SAIFI dan SIDI selama 2010 juga terjadi peningkatan kinerja cukup segnifikan. Dari 878 menit SAIDI pada akhir 2009, dapat diturunkan menjadi 326,98  pada September 2010. Target 438.63 menit pada akhir 2010 dapat dilampaui. Demikian pula untuk SAIFI, dari 19,56 kali pada 2009, SAIFI dapat diturunkan hingga 8.71 kali pertahun pada September 2010. Target akhir tahun 10.03 kali dapat dilampaui.

Harmasto mengakui, tantangan terbesar yang ia hadapai adalah mengurangi gangguan penyulang. Untuk kriteria tersebut APJ Semarang mendapat indikator kuning lantaran masih banyak gangguan eksternal pada penyulang. Menurutnya, faktor eksternal sebenarnya telah diturunkan dari 40 persen pada 2009 menjadi 24 persen, namun masih ada gangguan eksternal yang hingga kini belum bisa diatasi, seperti layang-layang dan burung. “Yang terpenting, kami menyiapkan prosedur yang harus dipenuhi. Soal target yang akan dicapai, itu tantangan kita,” katanya.

Karena itulah, menuju World Class Servis 2012, APJ Semarang tidak ragu menetapkan target ambisius. Indikator SAIDI misalnya, APJ Semarang membuat target 150 menit/planggan/tahun. Sementara SAIFI, APJ Semarang menargetkan hanya 6,5 kali/pelanggan/tahun. Sementara ganggaun penyulang yang pada awal tahun ini 670 kali/tahun ditarget dapat ditekan hingga 500 kali/tahun. “Apakah bisa? Ya kita masih terus berusaha,” pungkas Harmasto, optimis.


Surahmat, citizen journalist, kini bermukim di Semarang.

No comments:

Post a Comment