Wednesday 13 January 2010

Uregnsi Koperasi bagi Petani Dieng

Seorang tokoh politik dalam sebuah iklan mengatakan petani Indonesia mampu menghasilkan sayur dan buah terbaik di dunia. Dalam iklannnya yang lain tokoh politik itu juga mengatakan bahwa bangsa kita masih menderita. Kemiskinan, harus diakui, masih masih menjadi musuh utama bagi petani Indonesia. Kondisi ini menggambarakan paradoks yang akut karena kekayaan sumber daya alam ternyata tidak mampu mensejahterakan rakyat.

Kondisi ini pula yang dialami petani sayur di Dieng. Meski tanah garapan mereka terbilang subur, mampu menghasilkan sayuran kelas wahid, kondisi ekonomi mereka masih memprikhatinkan. Beberapa orang diantaranya mengaku hanya memiliki penghasilan antara 200 hingga 300 ribu per bulan, jauh di bawah upah minimum kabupaten Banjarnegara.

Kondisi ini berbeda dengan kondisi pada tahun 80 hingga 90an saat produk pertnian Dieng mencapai puncak kejayaannya. Saat itu sayuran Dieng bisa menembus ke pasar internasional, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara langsung.
Ada beberapa permasalahan pokok yang umum dihadapi petani Dieng. Pertama, fluktuasi harga sayuran karena sangat bergantung pada permintaan pasar. Jika permintaan pasar meningkat, harga komoditas utama seperti kentang dan kul bisa sangat tinggi, namun bisa sangat rendah jika permintaan menurun. Para petani sering dipaksa banting harga karena takut hasil produksinya tidak laku di pasaran.

Kedua, kenaikan biaya produksi sering tidak diikuti keniakan harga jual. Bahkan petani sering terancam merugi jika harga pupuk sedang melonjak.
Usia tanam kentang di Deing rata-rata mencapai tiga bulan. Selama itu petani harus memberikan pupuk, baik organik maupun kimia, secara berkala hingga 50 kali. Jika sekali semprot petani menghabiskan satu kilogram pupuk yang harganya mencapai 17 ribu rupiah, petani menghabiskan biaya 800 ribu.

Ketiga, petani kesulitan menjual produk pertaniannya sendiri karena akses pasar yang sulit. Biasanya mereka menjual hasil taninya kepada pengepul atau mengijonkannya pada tengkulak. Transasksi seperti ini seringkali merugikan petani karena pihak tengkulak sering mempermainkan harga.

Selain ketiga masalah tersebut petani Dieng juga sering mengalami kendala modal. Saat musim tanam tiba petani harus cerdas memenuhi seluruh biaya produksi dengan biaya sendiri. Terbatasnya modal pribadi membuat penggarapan lahan kurang optimal. Sebagian dari mereka bahkan ‘nekat’ meminjam modal kepada tengkulak dengan menggadaikan hasil tanamnya.

Koperasi
Masalah di atas adalah masalah komunal yang hampir dialami seluruh petani Dieng. Karena telah menjadi masalah yang jamak tentu saja perlu pemecahan bersama. Pemerintah daerah diharapkan bernisiatif membantu petani, termasuk dengan memfasilitasi petani mendirikan koperasi.

Koperasi dalam konteks ini harus dipahami sebagai badan usaha bersama yang memfasilitasi kegiatan ekonomi masyarakat, tidak sekedar mencari keuntungan. Maka dalam pelaksanaannya koperasi harus mampu memfasiltasi seluruh anggota. Berbagai permasalah, seperti kelangkaan pupuk, fluktuasi harga, pemasaran, dan kendala permodalan harus diatasi melalui koperasi.

Ada beberapa tugas koperasi untuk mendukung aktivitas petani Dieng. Pertama, memberikan bantuan modal lunak tanpa agunan. Bantuan modal tersebut digunakan untuk biaya penanaman, termasuk penggarapan lahan, bibit, dan pupuk. Masa tanam adalah masa yang sangat memerlukan biaya paling besar, bisa mencapai 60 persen dari total biaya produksi. Para petani sering kesulitan mendapatkan modal awal karena hasil panen sebelumnya tidak cukup memenuhi biaya awal produksi.

Kedua, koperasi bertugas menjamin suplai pupuk. Dalam hal ini, koperasi bertugas memangkas jalur distribusi pupuk agar petani bisa mendapatkannya dengan mudah. Selama ini proses distribusi melalui distributor dan pengecer terlalu panjang hingga membuat harga jual melonjak. Bahkan jika terjadi kelangkaan, petani di Dieng kesulitan mendapatkan pupuk sehingga harus mendatangkannya dari daerah lain.

Jika koperasi bekerja sama dengan distributor langsung, atau difungsikan sebagai distributor, resiko kelangkaan pupuk bisa dikurangi. Selain itu, karena mata rantai distribusi menjadi pendek, harga jual pupuk dapat diminimalisasi.

Selanjutnya, tugas terakhir sekaligus paling menentukan, koperasi harus mampu menjamin harga jual kentang dan kul agar tidak anjlok di pasaran. Cara ini dapat ditempuh dengan mencari konsumen tetap sebagai pengguna produk pertanian Dieng di seluruh Indonesia, baik pasar, superarket, atau membuka akses ekspor produk tani.

Sejak puluhan tahun lalu kentang dan kul Dieng telah diperjualbelikan di kota-kota besar seperti Jakrta, Semarang, Cirebon, dan Serang. Namun karena distribusi dijalankan oleh orang per orang sering mengganggu stabilitas harga. Para tengkulak dan pedagang borongan sering mempermainkan harga sehingga petani dirugikan.

Permasalahan lain yang tak kalah penting bagi petani Dieng adalah menurunnya tingkat kesuburan tanah akibat penggunaan obat-obatan kimia. Masalah ini harus mendapatkan pememcahan bersama dengan menjajaki perbagai kemungkinan solusi, seperti merubah pola dan periodisasi tanam. Kepentingan bersama semacam ini hanya dapat dirumuskan sulosinya melalui forum bersma semacam koperasi.

Sebagai badan usaha bersama, sudah semestinya koperasi merepresentasikan kepentingan seluruh anggotanya. Selain sebagai badan usaha, koperasi juga harus berperan ganda menjadi organisasi (paguyuban) petani. Dengan begitu petani memiliki bergaining position yang kuat saat melakukan tawar menawar dengan pihak lain, termasuk pemerintah dan badan usaha lain.

Tugas itulah yang menjadi tantangan koperasi Dieng nantinya. Amat disayangkan jika produksi hasil sayur di Dieng tak mampu menyejahterakan petani.


Surahmat
Pegiat Komunitas Nawaksara di Banjarnegara

1 comment:

  1. salam kenal....
    sabtu saya ke dieng...ingin sharing dengan pak surahmat...bisakah...?
    bintang

    ReplyDelete