Ada tiga strategi yang diungkapkan presiden SBY dalam National Summit 2009, 29 Oktober lalu untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, harus ada kombinasi antara pemberdayaan (empowering), kewirusahaan (entreprenuership), dan inovasi teknologi (inovation). Dalam ketiga aspek itu perempuan juga harus mampu menempatkan diri pada peran yang layak, setidaknya supaya tidak melulu diberdayakan sebagai pekerja, tatapi perlahan menuju derajat sebagai pengusaha.
Hingga saat ini keterlibatan perempuan dalam industri masih di tingkat pekerja. Baik pada sektor formal dan informal perempuan masih banyak dipekerjaan sebagai buruh atau karyawan. Bahkan bidang pekerjaan tertentu, seperti ritail dan konveksi, direksi dikuasai laki-laki sedangkan pekerja kelas rendah masih didominasi perempuan. Untuk menjadi pengusaha yang mandiri umumnya mereka mengalami kendala modal dan prospek pasar.
Komitmen Empowering
Perempuan pengusaha di banyak negara telah menjadi perhatian besar dalam pembangunan bidang ekonomi. Di dalam forum APEC, pengembangan perempuan pengusaha juga telah menjadi isu yang hampir setiap tahun dibahas. Pembahasan perempuan pengusaha hampir dilakukan di berbagai forum, seperti Gender Focal Point (GFN), Women Leaders Network (WLN), Micro-Enterprises Sub-Group (MESG) dan Small and Medium Enterprises Working Group (SMEWG).
Bahkan dalam forum APEC disepakati agar masing-masing negara memberikan perhatian bagi perkembangan perempuan pengusaha, khususnya pengusaha mikro, kecil dan menengah serta didorong agar mengembangkan disagregasi data agar pembinaan dan pengembangan perempuan pengusaha menjadi lebih terarah.
Meski telah lama menjadi anggota APEC Indonesia belum banyak menindaklanjuti kesepakatan tersebut. Sampai saat ini, belum ada data yang jelas tentang jumlah perempuan pengusaha di berbagai sector industri. Oleh karena itu, upaya pemberdayaan masih dilakukan secara minimal. Pemerintah, khususnya Kementerian Koperasi dan UKM, selain mengembangkan proyek yang khusus untuk pengembangan gender, sejak tahun 2006 telah diupayakan penguatan koperasi yang khusus dikelola oleh kaum perempuan melalui program Perkassa (Perempuan Keluarga Sehat dan Sejahtera).
Dengan perkuatan masing-masing Rp.100 juta untuk setiap koperasi, pada tahun 2006 telah dibantu sebanyak 200 unit koperasi melalui pola konvensional (100 unit) dan pola syariah (100 unit) dengan nilai sebesar Rp. 20 milyar. Perkuatan ini diharapkan mampu mengembangkan perempuan pengusaha khususnya anggota koperasi.
Pembinaan untuk pengusaha perempuan, di samping perlu data yang jelas tentang jumlah perempuan pengusaha, juga harus dipahami masalah dan tantangan yang dihadapi. Dengan peta yang jelas, maka akan dapat disusun program dan kegiatan yang terarah dalam pengembangan perempuan pengusaha ke depan. Sebab, perempuan memiliki segmentasi bidang usaha yang unik, lemah pada bidang tertentu namun potensial pada bidang lainnya.
Hinggaa saat ini kelompok perempuan pengusaha di Indonesia masih banyak bergerak dalam usaha agrobisnis, khususnya sayur-mayur, pedagang jamu, kerajinan, serta warung makan. Untuk sektor industri, tampaknya belum banyak digeluti oleh perempuan. Walaupun demikian, peran perempuan pengusaha ini cukup memberikan peran besar dalam penyerapan tenaga kerja untuk mengatasi pengangguran, karena usaha yang mereka kembangkan merupakan usaha yang memberikan peran besar dalam penyerapan tenaga kerja.
Meski masih bergerak pada bidang perdagangan informal, peran perempuan tidak dapat dinafikan. Saat ini perempuan masih mendominasi perdagangan pasar tradisional. Tidak hanya sebagai pekerja, mereka bisa mempekerjakan laki-laki sebagai karyawan atau buruh angkut. Dialektika pasar tradisional menempatkan perempuan sebagai pelaku utama. Mereka melakukan negosiasi dengan pedagang yang lebih besar, bermitra dengan sesama pedagang, juga mengorganisasi pedagang lain yang lebih kecil.
Sayangnya, di pasar tradisional pengusaha perempuan sering kesulitan mengakses modal untuk memperbesar usaha. Di Taiwan, diperkirakan 55,2% perempuan pengusaha memerlukan dukungan pendanaan 15,9% menyangkut akses pasar. Kalau informasi ini juga berlaku bagi perempuan pengusaha Indonesia, maka strategi pengembangannya haruslah memberikan perhatian pada akses pendanaan dan pasar. Oleh karena itu, Kementerian Koperasi dan UKM harus fokus untuk membuka akses permodalan dan prosepek pasar pada perempuan.
Gambaran Psikologis
Hennig dan Jardim dalam The Managerial Woman mengatakan, kebanyakan wanita melihat dirinya sebagai seseorang yang ragu, bimbang, bingung akan tujuan-tujuan mereka dalam hidup, dan menunggu dipilih atau disadari keberadaannya oleh pria. Mereka tidak suka mengambil risiko dan mudah gelisah dalam situasi genting di mana mereka tidak mengetahui banyak hal. Karakter ini tentu sangat berbeda dengan laki-laki yang asertif, agresif, dan berani mengambil risiko.
Watak alami untuk menghindari resiko adalah salah satu kendala mental yang selama ini menjauhkan perempuan dari dunia usaha. Pilihan untuk mengambil posisi aman inilah yang membuat mereka enggan memanfaatkan potensi pasar. Mereka lebih suka bekerja pada industri retail dan konveksi yang menjanjikan gaji bulanan, meski jumlahnya terkadang di bawah UMR.
Kendala lainnya, kultur partriarkhi membuat perempuan belum berkuasa penuh atas aset yang dimilikinya. Ketika mereka berencana menggunakan sebagian aset untuk modal mereka perlu pertimbangan suami. Mereka merasa tidak berhak menggunakan aset keluarga untuk memeprbesar usaha jika tidak diizinkan suami. Keberanian yang kurang bahkan membuat mereka lebih memilih aset yang dimilikinya dikelola suami.
Meski demikian, pada kondisi tertentu psikografi perempuan memberikan kesempatan mereka lebih berkembang. Kepekaan perempuan terhadap kondisi di sekitarnya mampu melahirkan gaya kepemimpinan partisipatif. Studi yang dilakukan Lyon (2000) kepada para kepala sekolah dan manajer perempuan mendeskripiskan mereka sebagai sosok yang supel, demokratis, perhatian, artistik, bersikap baik, cermat dan teliti, berperasaan dan berhati-hati.
Selain itu, perempuan memiliki kecenderungan menjaga hubungan baik dengan tim dan relasi bisnis. Kontak yang intens dengan bawahan dan mitra kerja memungkinkan badan usaha yang mereka pimpin berkembang pesat. Apalagi dalam bidang usaha jasa, perempuan memiliki keunggulan karena teliti, perfeksionis, dan senantiasa menjaga perasaan pelanggan.
Karena itulah, pemerintah mestinya membuka akses modal dan pasar lebih luas pada bidang industri tertentu. Meski perempuan belum banyak berkiprah pada industri besar peran mereka dalam bidang perdagangan informal semakin besar dan tidak bisa diabaikan. Mereka tidak hanya membantu perekenomian keluarga, pada saat suami mengalami kendala mereka bersikap cancut tali wanda dan berani mengambil peran sebagai tulang punggung keluarga.
Surahmat
Pegiat Komunitas Nawaksara Banjarnegara
Monday, 1 February 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment