Sunday 25 April 2010

KONSEP DIRI PEREMPUAN PETANI

Karena lekat dengan aktivitas di ladang yang kasar dan kotor, peran sebagai perempuan petani barangkali tidak diidamkan banyak orang. Dibandingkan dengan profesi sebagai guru, dokter, atau pramugari yang diakui mentereng, perempuan petani sering dianggap remeh temeh. Namun di balik itu, perempuan petani ternyata memiliki imaji yang khas. Pemikiran-pemikiran agraris yang statis menuntut perempuan petani mampu berkompromi dengan keadaan sulit sehingga mereka memiliki peran segnifikan bagi diri, keluarga, dan lingkungannya.

Sikap demikian terjadi karena pertanian adalah bidang yang menuntut kesungguhan. Agar dapat sukses dan bertahan pada bidang ini seseorang tidak dapat coba-coba kemudian pergi. Konsistensi menggeluti bidang pertanian, sekaligus menghayati dinamika yang terjadi di dalamnya, menjadi hal yang mutlak dilakoni setiap petani, termasuk perempuan.

Bagi petani di desa-desa, pertanian memang tidak menawarkan banyak hal baru. Perkembangan bidang ini bisa dibilang linier karena inovasi pertanian tidak seriuh industri di perkotaan. Akibatnya, kehidupan petani desa berkembang dalam kebersahajaan. Petani dididik berkompromi dengan kondisi alam, dari kondisi paling memanjakan hingga kondisi paling ekstrim.

Membagi Peran

Demikian pula kondisi yang terjadi pada perempuan petani. Ia dituntut hidup mengakrabi kondisi alam dan bahkan menyesuaikan pola hidup dengan kondisi lingkungan. Barangkali karena itulah imaji perempuan petani tentang diri, keluarga, dan lingkungannya sangat berbeda.

Imaji adalah kumpulan perasaan yang terakumulasi dalam keinginan dan persepsi kemudian termanifestasi dalam tuturan dan tindakan. Karena kehidupan petani perempuan tidak bisa lepas dari kondisi alam, harapan, persepsi, dan tindakan perempuan petani sangat bergantung pada alam. Ia tidak leluasa membebaskan diri sebagai pribadi yang terlepas dari dinamika lingkungan di sekitarnya. Pada satu ketika ia mempengaruhi perkembangan lingkungan sedangkan pada saat yang lain ia harus mengalah pada keadaan. Relasi saling mempengaruhi ini terus terjalin hingga secara tidak sadar pengaruh yang terjadi akibat relasi keduanya terjadi secara spontan.

Perempuan petani biasanya memiliki konsep diri yang jelas dan terus menerus diperjelas. Sebagai perempuan, sebagai istri, sekaligus sebagai ibu ia memiliki batas teritorial imajiner yang mengatur tentang hal yang boleh dna tidak boleh dilakukannya. Melalui analisis yang sederhana mereka mengetahui kapan harus menjadi bagian dari komunitas besar masyarakat, kapan dan bagaimana bersikap sebagai istri, juga kapan dan bagaimana melakoni peran sebagai ibu. Batas peran sosial umumnya mereka temukan melalui kesadaran, bukan petunjuk-petunjuk formal yang mengikat.

Perempuan petani dipastikan tidak memiliki kesepakatan formal tertulis dengan suami atau keluarganya. Namun berkat kesadaran sosial yang diwariskan oleh lingkungan ia tahu kapan harus mengambil peran dan kapan harus diam. Pada kondisi tertentu ia akan diam namun pada kondisi yang lain ia akan mengambil peran secara segnifikan.

Pada musim tanam misalnya, partisipasi perempuan ditunjukkan dalam berbagai aktivitas. Ia tidak dapat diam menyaksikan prosesi tanam. Secara sadar ia akan mengambil peran untuk turun ke ladang menyemai bibit, menabur pupuk, atau memasang ajir. Lain halnya ketika tanaman menginjak usia siang, perempuan cukup mengambil peran sebagai pendukung aktivitas pertanian keluarga. Ia digerakan oleh kesadaran yang dibentuk melalui imaji untuk memasak menyediaakan makanan bagi suami atau pekerja di ladangnya. Sedangkan ketika panen, selain kembali turun tangan ke ladang, perempuan memposisikan diri sebagai bendahara keluarga. Ia tergerak untuk menghitung untung rugi, bahkan mengatur distribusi hasil panen, apakah akan digunakan sendiri atau dijual untuk membeli keperluan lain.

Realistis
Kesadaran yang terbangun melalui proses pengamatan membuat perempuan petani lebih realistis menetapkan target dan rencana hidup. Target yang ditetapkan tidak semata-mata dibangun oleh tumpukan keinginan, tetapi dikomparasikan dengan kondisi yang dihadapinya. Hal itulah yang membuat perempuan petani dikenal sangat hati-hati merencanakan keuangan pribadi dan keluarga. Secara sederhana ia memprediksi berbagai kemungkinan dan berusaha mengambil sikap paling bijak menghadapi kemungkinan-kemungkinan tersebut.

Jika dibandingkan dengan usaha perdagangan dan insustri, perputaran uang di bidang pertanian terhitung lamban. Periodisasi pendapatan dan belanja keluarga petani tidak direncanakan secara bulanan, tetapi masa panen. Pada komoditas seperti padi, jagung, dan palawija perputaran uang dihitung sesuai putaran masa panen, yakni sekitar empat bulan. Pada komoditas buah-buahan, perputaran diatur dalam hitungan tahun. Karena itulah perempuan petani dipaksa cermat menditribusikan keuangan pribadi dan keluarga berdasarkan kondisi pertanian.

Pada satu sisi keadaan ini telah memaksa perempuan berdiam diri meski memiliki berbagai keinginan. Ia tidak dapat serta merta mengeksekusi keinginan dan rencana supaya rencana keuangan yang telah disusunnya tetap rapi. Pada sisi lain, perputaran uang yang lamban juga membuat mereka mampu beradaptasi dengan kondisi. Ia dituntut memiliki perencanaan keuangan yang matang dan realistis sekaligus dituntut konsisten mematuhinya.

Kondisi demikian ternyata membantu perempuan petani menemukan konsep diri dan lingkungannya. Peran sosial-kultural yang mereka lakoni ditemukan oleh kesadaran, bukan aturan formal yang disertai janji reward atau punishment. Mereka melakukan sesuatu bukan karena sesuatu harus dilakukan melainkan karena sesuatu memang perlu dilakukan. Dengan sadar mereka memainkan pelbagai peran, baik yang melekat maupun yang dilekatkan pada dirinya.

Diam-diam, dengan cara inilah perempuan petani mengukuhkan diri menembus batas-batas domestik. Mereka sudah tidak mempersoalkan kesetaraan dalam ranah epistimologis karena mampu mempraktikannya dengan baik setiap hari. Kesadaran tentang peran diri membuat mereka tergerak dan bertindak, tidak sekadar menjadi pendamping namun cancut tali wanda menyelesaikan persoalan keluarga dan masyarakat.

Surahmat
Pegiat di Komunitas Nawaksara Banjarnegara

1 comment:

  1. maaf mengganggu saya hanya ingin berbagi artikel yang berkaitan tentang konsep diri wanita
    berikut linknya :
    http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3518/1/JURNAL_2.pdf
    semoga bermanfaat :)

    ReplyDelete