Saturday 4 December 2010

SIAPA LAYAK PIMPIN BANJARNEGARA 2011-2016

Foto pejabat, politikus, dan pengusaha yang terpasang di jalanan Kota Banjarnegara menjadi petanda bahwa kompetisi memperebutkan kursi bupati kabupaten itu telah dimulai. Meski tidak secara vulgar mendeklarasikan diri, khalayak sudah tahu motivasi mereka. Reklame berisi foto dan kata-kata sugestif adalah strategi memperoleh popularitas, jalan meningkatkan elaktibilitas.

Selain M. Budhi Sarwono (Wing Cin) yang memang menyosialisasikan pencalonannya sejak pertengahan tahun ini, nama Syamsudin, Waluyo, Soehardjo, dan Sudewi M kini banyak tertulis dalam berbagai papan sosialisasi. Budhi Sarwono adalah pengusaha, Syamsudin penjabat Sekretaris Daerah, Waluyo mantan kepala Dinas Pendidikan, sedangkan Sudewi M aktivis perempuan.

Sejak awal Buhi Sarwono lantang memproklamirkan diri sebagai calon independen meski pilihan politis ini tidak populer. Catatan bahwa tidak ada bupati dan walikota di Jawa Tengah yang bisa melenggang melalui jalur independen tidak membuatnya ciut. Bahkan personal branding yang dilakukan melalui media mulai efektif. Organisasi sayap pendukung pada Budhi Sarwono Center (BSC) juga dikabarkan mulai bekerja, salah satunya dengan merekrut wakil ketua DPC PPP Banjarnegara.

Berbeda dengan Budhi Sarwono, Syamsudin dipastikan akan mencari kendaraan politik. Modal sebagai sekretaris daerah agaknya cukup membuat namanya dikenal publik, khususnya pegawai negeri. Ia juga memiliki modal jaringan dengan para seniman karena pernah menjadi ketua Dewan Kesenian Banjarnegara. Meski suara seniman tidak segnifikan, citra sebagai seorang yang mencintai dunia seni tentu akan bedampak baik.

Syamsudin agaknya akan bertemu wakil bupati Soehardjo dalam perebutan suara dari kalangan pegawai negeri. Posisi Soehardjo sebagai wakil bupati sangat strategis untuk menghimpun dukungan. Ia juga diuntungkan oleh mudahnya akses ke berbagai instansi pemerintah, baik dinas, camat dan desa, mupun sekolah.

Dukungan Bupati saat ini Djasri juga menjadi modal yang sangat berharga bagi Soehardjo, baik untuk menebalkan kepercayaan diri maupun menaikan posisi tawar dengan partai politik. Pengaruh Djasri sebagai bupati yang pernah menjabat dua kali tentu tidak bisa diremehkan, baik dalam tubuh pemerintahan, partai Golkar yang dulu mengusungnya, maupun pada masyarakat.

Melihat latar belakang karir yang nyaris sama, kekuatan Syamsudin hampir sama dengan Soehardjo. Sebagai pemegang jabatan strategis keduanya diuntungkan dengan lapangnya akses kepada instansi pemerintah dan masyarakat. Peta dukungan keduanya akan sangat dipengaruhi oleh kebijakan publik yang mereka lahirkan. Untuk memperebutkan suara guru misalnya, keduanya akan berlomba melakukan pendekatan melalui kewenangan yang mereka miliki. Kemampuan mereka membaca dan mengurai persoalan guru, seperti nasib guru honorer dan wiyata bakti akan mendongkrak kepercayan guru kepada mereka.

Meski demikian, mantan kepala dinas pendidikan Waluyo juga punya jaringan yang masif di kalangan para pendidik. Kiprahnya sebagai kepala dinas tentu telah membuatnya dekat, tidak hanya dengan guru tetapi pejabat di lingkungan Dinas Pendidikan. Sayangnya, hingga kini Waluyo belum secara terang-terangan menyatakan pencalonannya. Papan sosialisasi dirinya yang tersebar di berbagai titik hanya berisi ucapan dan perkenalan.

Calon lain, Sudewi M adalah satu-satunya bakal calon perempuan yang muncul sejauh ini. Rekam jejak sebagai aktivis perempuan di beberapa organisasi adalah modal besar jika didukung dengan wacana progender yang baik. Jika mampu menampilkan diri sebagai pejuang perempuan bukan tidak mungkin ia akan menyedot perhatian kaum ibu dan remaja putri yang jika dikalkulasi jumlahnya lebih besar dibanding laki-laki.
Keberhasilan Rustriningsih menjadi wakil gubernur Jawa Tengah dan Maya Rosada menjadi wakil bupati Wonosobo adalah bukti keuntungan sebagai satu-satunya calon perempuan. Tentu saja, posisi demikian harus didukung dengan visi gender yang kemedhol untuk membumbungkan harapan kaum ibu dan remaja putri di Banjarnegara.

Meski masa pendaftarn calon bupati masih lama, pertarungan pengaruh sudah sangat terasa. Di luar nama-nama di atas masih sangat mungkin muncul nama baru. Partai-partai parlemen di Banjarnegara belum mengusung nama sehingga peta dukungan bisa berubah setiap saat. Tawar menawar politik akan memperlihatkan nama-nama yang lebih dominan sehingga memunculkan pasangan-pasangan baru.

Publik tentu berharap pilbup kali ini tidak menjadi panggung perebutan kekuasaan semata. Sebab, permainan politis telah membuat masyarakat kota dawet ayu ini jengah. Agar gairah memilih kembali muncul para calon bupati harus menampilkan diri sebagai pejuang, bukan penguasa. Masalah di sektor riil seperti pemberdayaan petani, pengangguran kaum muda, dan buruknya infrastruktur perlu mendapat perhatian serius. Sebab bagi publik Banjarnegara, tidak ada calon bupati layak memimpin kecuali yang mampu memahami tiga persoalan mendasar itu.

Surahmat
Petani di desa Petuguran Banjarnegara
Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Unnes

4 comments:

  1. Terus kamu tahun barapa mau nyalon pemimpin banjarnegara???he..he..
    Good Luck...!!!

    ReplyDelete
  2. Terus kamu kapan mau nyalon pemimpin Banjarnegara???
    Good Luck...!!!

    ReplyDelete
  3. Akh, saya sih ndak ngoyo jadi bupati. Ndak sanggup. Mau nyalon RW di dusun saja kapan-kapan. Hahahaha

    ReplyDelete
  4. koreksi sedikit Drs. Waluyo yang dimaksud diatas adalah Kepala Bappeda Drs. Waluyo M.Si bukan Drs. Waluyo mantan Kepala Dinas Pendidikan

    ReplyDelete