Saturday 22 January 2011

BONANG, SATIR DEMOKRASI


Bonang, sebuah Novel tentang agama, demokrasi, dan G30S/PKI. Dapatkan!!!

KEMISKINAN, meski pemaknaannya selalu berubah, tetap menjadi musuh bagi miliaran umat manusia. Manusia, dengan berbagai cara yang pernah dipelajarinya, selalu berusaha menghindarinya. Namun, upaya yang manusia lakukan toh hanya sebatas ikhtiar. Meski dengan penuh kesungguhan hati berusaha membebaskan diri dari kemiskinan, sebagian besar justru gagal.

Manusia sebagai makhluk psikologis yang memiliki angan-angan sekaligus ketakutan, banyak yang menganggap kemiskinan sebagai sebuah ancaman eksistensi. Maka melalui berbagai cara mereka berusaha melarikan diri.

Bagi korban, kemiskinan adalah bencana yang amat mengerikan. Karena dari situlah bencana-bencana lain kemudian muncul. Kemiskinanlah yang pada akhirnya merubah perangai manusia yang penuh budi menjadi makhluk beringas tanpa batas. Potensi perilaku kriminal sebagian besar bersumber pada kemiskinan. Bahkan perilaku mencopet, garong, korupsi, bahkan membunuh sebenarnya berasal dari kemiskinan.

Kontraproduktif, bagi masyarakat kelas atas kemsikinan yang dialami penduduk adalah kesempatan. Jika diibaratkan, kemiskinan adalah cara membuat mereka semakin kaya. Hal itu demikian nyata ketika mereka tahu benar bahwa kemsikinan orang lain menyimpan potensi yang begitu besar.

Demikian pula yang terjadi pada para elit politik negeri pada paruh akhir 1965an. Konflik politik yang berkpenajngan membuat persaingan antar elit menjadi sengit. Masing-masing partai berusaha menyusun kekuatan demi kepentingan politiknya. Maka dengan sedikit tipu daya, kemiskinan dan ketakutan masyarakat pada kemiskinan menjadi senjata.

Amat memprikhatinkan jika elit politik justru memeprlat rakyatdemi kepentinga politik aprtai dan golongannya. Dan amat disayangkan karena aperistuiwa 1965 itu benar-benar masih terjadi di sekitar kita saat ini. Rakyat dianggap sebagai komditas politik yang dengan berbagai cara harus dimanfaatkan.
"Dan amat disayangkan karena peristiwa 1965 itu benar-benar masih terjadi di sekitar kita saat ini".
Nyatanya, rakyat masih dimobilisasi dalam kampanye terbuka yang hingar bingar. Toh nyatanya, setelah Pemilu selesai, rakyat kembali pada kesehariannya yang sengsara. Maka rakyat yang tak tahan dengan sengsara, juga yang setengah-setengah percaya apda Tuhannya, pilihan menjadi amat memilukan. Apalagi jika iming-iming kesjehteraan hanya bisa didaptkan dengan mempertaruhkan keimanan.

Kisah dalam novel ini adalah refleksi rakyat, refleksi pejabat, juga refleksi demokrasi. Puluhan tahun kisah ini terjadi, terekam, dan terus menerus dikisahkan. Tapi nyatanya, tatanan demokrasi tak pernah mendewakan rakyat. Barangkali kita juga korbannya. Nikmati novel ini dengan melakukan pemesanan pada nomor telepon 085647662257. Hanya dengan Rp 40.000,- (termasuk ongkos kirim).

2 comments:

  1. kang kira-kira buku tersebut bisa didiskon apa gak? hehehe

    ReplyDelete
  2. Untuk rekan-rekan Praja Muda. Gratis!

    ReplyDelete